Orang Ramai

Berita Cinta & Cerita

Saksi Kematian

Saksi Kematian by orangramai

Sudah dinyatakan meninggal dunia. Kematiannya pun sudah diumumkan ke seantero kampung melalui toa masjid. Para pelayat berdatangan. Kain kafan sudah dibentang, bersiap membungkus jenazah. Tapi, ketika hendak dimandikan, ternyata orang tersebut masih hidup. Seketika keluarga dan para pelayat heboh. Tangis pun pecah!

Cerita di atas hanyalah satu cerita diantara banyak sekali cerita-cerita serupa. Baik yang terekspos atau pun tidak. Penamaannya pun bermacam. Ada yang menyebut mati suri. Tapi ada juga yang bilang koma saja. Sebab kalau koma memang belum titik (belum mati). Dan sebutan-sebutan lain yang saya tidak ketahui.

Namun yang pasti, saya ingin mengajak diri dan kita semua untuk memperdalam tanaman keyakinan bahwa bahwa ajal itu adalah urusan Allah. Ajal takkan pernah tiba, walau kita mengejarnya dengan melompat dari tiga puluh hotel berbintang. Sebaliknya ajal tetap akan datang, walau kita berlari menghindarinya dengan mendatangi rumah sakit yang paling canggih sekalipun di dunia.

Panglima Besar Islam, Khalid Bin Walid, sudah ratusan kali mengikuti berbagai peperangan. Baik bersama Rasulullah shallallhu ‘alaihi wasallama ataupun Khulafaaˋur Rasyidin. Itupun tak bisa mengantarkannya gugur di medang perang. Beliau akhirnya meninggal di atas tempat tidur. Ketika beliau meninggal, terdapat tujuh puluh bekas tusukan di dadanya. Tak ada satupun tusukan di punggungnya. Ini menandakan, bahwa ketika berperang, tak sekalipun Khalid berbalik badan ke belakang. Pun, ternyata beliau tetap meninggal di rumah, di atas ranjang. Sebaliknya, seorang panglima Romawi, yang ditaklukkan Khalid pada perang Muktah, baru masuk Islam dan baru sekali saja berperang di pihak Islam, ia bisa langsung mati syahid.

Mari kita cermati kembali, apa yang telah Allah firmankan tentang kepastian ajal. Bahwasanya ia memang tak dapat dimajukan ataupun ditunda oleh siapapun juga. Karena memang ajal adalah hak prerogatif Allah Ta’ala. “Dan setiap ummat menpunyai ajal. Apabila telah datang ajalnya, tak seorangpun yang bisa meminta penundaan atau percepatan, walau sesaatpun.” Demikian Allah Ta’ala memberikan penegasan pada Surat Al-A’raf: 34.

Pun, Allah berfirman dalam beberapa ayat lain, yang berarti serupa denga ayat di atas. Beberapa di antaranya terdapat pada Surat Yunus ayat 49, An Nahl ayat 61, Fatir ayat 45 dan Al Waqi’ah ayat 20. Sila dicermati ayat-ayat tersebut untuk memperoleh energi lebih dalam memahami misteri kematian.

Baca Juga : Keputusan Yang Putus

Kematian memang misteri. Begitu juga kiamat. Dua hal tersebut adalah kesengajaan Allah Ta’ala untuk menjadikan kita sentiasa berada dalam keta’atan. Sebab waktunya memang tidak penting untuk kita ketahui, karena yang lebih penting dari itu adalah kita senantiasa mempersiapkan diri untuk menyongsong keduanya. Sebab kematian bisa tiba-tiba menyergap. Sebagaimana kiamat kelak pun akan tiba tanpa harus menunggu kesiapan kita.

Ketika Rasulullah saw sedang berbincang dengan sejumlah sahabatnya, tetiba datang serang Badui. Ia menyela, “Ya Rasulallah, matas sa’ah = kapan kiamat?” tanyanya.

Mendapat pertanyaan tersebut, Rasulullah tidak menjawab tanya. Tapi beliau malah bertanya balik, “Wa madza a’dadta laha = bekal apa yang telah kamu mempersiapkan untuk menghadapinya?”

Kewaspadaan bahwa kematian bisa menyergap setiap saat, itu harus mewujud bersama upaya kita mempersiapkan bekal menyongsong datangnya kematian. Bekal apa? “Wa khairuz zad attaqwa = Sebaik-baik bekal adalah takwa!” demikian Allah memberi tahu tentang bekal terbaik.

Dalam masyarakat kita, tatkala jenazah sudah dimasukkan keranda, bersiap untuk dibawa ke kuburan, biasanya akan ada satu dua orang tokoh setempat yang akan bicara. Tokoh tersebut akan bertanya, “Apakah fulan bin fulan adalah orang baik?”

Serempak hadirin akan menjawab, “Baiiik!”

Kalau pun ada hal-hal tidak baik yang diketahui masyarakat tentang jenazah tersebut, itu tak akan mereka utarakan. Sebab saat orang sudah meninggal, haram hukumnya kita membicarakan keburukannya. Yang harus kita katakan hanyalah kebaikannya saja. “Udzkuru mahasina mautakum = sebutlah kebaikan-kebaikan orang-orang mati di antara kalian.”

Andai orang-orang yang dimintai kesaksian tersebut boleh berkata jujur, mereka akan mengatakan apa adanya tentang kita. Sedang kita saat itu sama sekali sudah tidak bisa membantah. Karena bibir kita sudah terkatup. Mata sudah terpejam selamanya. Pun, tak ada lagi satu sendipun yang bisa bergerak.

Kira-kira apa yang kita inginkan untuk mereka katakan saat kematian kita? (Abrar Rifai)

Pin It on Pinterest

WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com
%d bloggers like this: