
28 Pebruai 2022
Oleh : Abrar Rusdi Rifai
Memaafkan dan melupakan adalah dua hal berbeda. Memaafkan adalah pekerjaan hati sementara melupakan itu pekerjaan memori.
Kadang kita sudah bisa memaafkan tetapi sulit untuk melupakan. Allah menyuruh kita untuk memaafkan “… maafkanlah mereka!” (QS. 3:159).
Kalau kita bisa memaafkan dan melupakan, berarti sudah melakukan dua pekerjaan; hati dan memori. Itu bagus dan hebat!
Bagaimana kalau kita baru bisa memaafkan, tetapi belum bisa melupakan? Ini sudah bagus!
Perintahnya juga “.. maafkanlah mereka!”
Mudah-mudahan seiring perjalanan waktu bisa melupakan juga.
Baca Juga : Panggung Masa Lalu
Dalam pergumulan kehidupan yang penuh dengan rupa-rupa manusia dengan segala karakternya, masalah niscaya timbul. Baik kita yang menimbulkan, atau orang lain yang memunculkan.
“Annas ajnas = manusia bermacam jenisnya,” kata orang Arab. “Menuso kuwi rena-reno,” kata orang Jawa. Berharap manusia sama jenis, sama rupa, itu mengingkari sunnatullah.
Kalau kita yang berbuat salah, kita harus bersegera meminta maaf. Tapi kalau kita yang disalahi, kita sangat dialu-alukan untuk memberi maaf. Dengan satu kesadaran bahwa mereka yang bersalah kepada kita masih manusia.
Yang namanya manusia, apapun itu, tetap tidak akan lepas dari kesalahan. Insan itu satu akar kata dengan nisyan. Maka kemudian disebutkan, “Wa ma sumiyal insan illa linisyanihi = Tidaklah manusia itu disebut manusia, kecuali karena pelupanya itu.”
”Al Insan mahallul khatha` wannisyan = Manusia itu sentral dari segala kesalahan,” begitu kata ungkapan yang lain.
Sementara Baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallama bersabda, “Annasu khaththo`un wa khairul khaththo`in attawabun = Manusia itu memang terbiasa salah, tapi sebaik-baik orang yang bersalah adalah yang segera memperbaiki kesalahannya.”
Kalau kesalahan tersebut ada kaitannya dengan orang lain, –haqqul adami– maka tentu kita harus meminta maaf pada yang bersangkutan.
Adakah dari sikap orang lain yang membuat dadamu sesak?
Atau perbuatan orang lain yang sampai mengganggu tidurmu? Geram. Ingin rasanya menyusun rencana untuk membalas kesalahannya!
Cobalah bertanya pada diri, “Adakah diri kita tidak pernah melakukan kesalahan serupa?”
Sungguh indah Imam Syafi’i menuturi kita:
”و عاشر بمعروف و سامح من اعتدى
Bergaullah dengan manusia sebaik mungkin dan maafkanlah orang yang memusuhimu.”
Berikutnya kalau sudah dimaafkan, tetap ngganyang, Imam Syafi’i menyuruh kita:
”و فارق و لكن بالتي هي أحسن
Tinggalkanlah mereka, tapi tetap dengan cara yang baik.”
Nah, kalian yang terpaksa berpisah karena berbagai perseteruan, tetaplah berlapang dada untuk memaafkan. Kemudian, rasakanlah bahwa dengannya kalian bisa terus bahagia. (Abrar Rifai)
Terkait
Rasanya Semua Orang Sudah Tahu Tujuannya
Growth Mindset: Kunci Sukses di Dunia Kerja
Tips Lebaran Nyaman untuk Introvert