Orang Ramai

Berita Cinta & Cerita

Selamat Jalan, Bu Neneng

“Pada akhirnya nilai setiap kita adalah amal. Panjang atau pendek usia seseorang ditentukan oleh amal. Dan salah satu amal jariyah yang paling berharga adalah anak-anak yang sholeh,” demikian kata Anis Matta saat memberikan sambutan pada kewafatan Ibu Neneng Fathonah.

Pak Anis menyampaikan sambutannya dengan suara yang sangat berat dan terus terisak. Tampak sekali beliau merasakan duka yang sangat dalam.

Hal tersebut wajar, sebab Ibu Neneng adalah istri Ustadz Taufik Ridho, seorang sahabat beliau yang terus berkawan dalam segala suka dan dukanya perjuangan politik, hingga Ustadz Taufik meninggal dunia.

”Kita semua bersaksi bahwa beliau meninggalkan anak-anak sholeh, yang akan meneruskan mimpi dan perjuangan Ustadz Taufik Ridho,” lanjut Pak Anis.

“Kita semuanya belajar pada peristiwa seperti ini, bahwa pada akhirnya ke keburan inilah kita akan menuju. Jadi semua yang kita perjuangkan di dunia harus kita hubungkan dengan kematian.”

Para khalayak yang hadir pada kesempatan tersebut, semuanya tak sanggup menahan tangis.

Semua terisak mendengar untaian penuturan Pak Anis. Rangkaian nasehat kematian yang hanya bisa disampaikan oleh orang yang mempunyai kepekaan hati dan kejernihan jiwa.

Pelajaran terpenting adalah kejujuran kepada Allah, bahwa ridho, sanjungan dan kritikan manusia memang perlu kita perhatikan. Tetapi semua itu tidak boleh menentukan motif. Karena motif hidup kita tetap harus ditentukan oleh keihkasan kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Perjuangan kita harus terus memperoleh bimbinhan Allah, karena Ia adalah awal dan akhir.

“Secara khusus saya berpesan kepada keluarga dan juga kepada ayahnya, agar diberikan kesabaran.” Pak Anis menoleh ke kanan, tempat berdiri Hudzaifah Muhibullah, anak sulung pasangan Ustadz Taufik dan Bu Neneng.

Kemudian Pak Anis menoleh ke kiri, tempat ayah Bu Neneng berdiri. “Ini adalah peristiwa langka. Karena biasanya anak yang mengantar kepergian ayahnya ke kuburan, tapi hari ini seorang ayah yang justru mengantar anaknya. Agar kita semua belajar bahwa tidak selamanya orang yang lebih dulu lahir, iapun akan meninggal lebih dulu.”

“Kita semua punya kewajiban mendoakan beliau. Mudah-mudahan kehadiran kita semua di sini Allah catat sebagai kesaksian bahwa beliau min ahlil khair. Kita semua bersaksi bahwa beliau min ahlil akhir!” tutup Pak Anis, kemudian dilanjut dengan pembacaan doa.

Pak Anis mengulang dua kali kalimat ‘Min ahlil khair.” itu menunjukkan kesaksian yang sebenarnya bahwa Ibu Neneng memang adalah orang baik.

Demikian juga kesaksian sahabat-sahabat Ibu Neneng lainnya, yang saya dapati pada banyak postingan di Facebook. Seperti status Bu Fahima Indrawati, Ustadzah Bhara Widyastuti dan Ummi Way Thoha Abi.

Maka, saat nafas tak lagi berhembus, mulut terkatup dan mata yang tertutup untuk selamanya, kita tak akan lagi bisa menyanggah segenap ujaran buruk orang lain.

Tapi yakinlah bahwa kalau kita baik, tak akan ada ujaran-ujaran keburukan sepeninggal kita, sebab yang terucap dari banyak orang adalah kesaksian baik. Sebagaimana yang diperoleh Ibu Neneng Fathonah.

Akhirnya kita semua berduka melepas kepergian Bu Neneng. Beliau menyusul suami tercintanya, Ustadz Taufik Ridho.

Dzaif dan saudara-saudaranya akan terus melanjutkan bahtera juang yang telah digelorakan ayah dan ibunya.

Selamat jalan, Bu Neneng. Sampaikan salam kami kepada Ustadz Taufik, bahwa kami masih terus berlayar bersama biduk yang beliau bersamai sebelum meninggal dunia. (Abrar Rifai)

Pin It on Pinterest

WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com
%d bloggers like this: