Membaca Buku Karya Teman

Sebuah senja yang menyesakkan pikiran, tapi aku mendapatinya di kala pagi yang begitu hangat.

Saat kopi bersanding pisang goreng, sedang gayeng berebut perhatian, tetiba ibunya anak-anak menyuguhkan buku ini. Sebelum melihatnya, aku sudah tahu itu kiriman Mbakyu Dhani Pratiknyo . Sesaat kemudian buku bersampul kuning jeruk itupun berpindah tangan.

Membuka sampulnya, di halaman judul kudapati tulisan tangan Mbak Dhani, “Assalamualaikum, Dik Abrar. Terima kasih banyak atas dukungannya, selamat membaca dan semoga suka.” Saya suka, Mbak. Baru satu Cerpen saya baca, cerita Sunu yang masih berjuang untuk menikahi Suni.

Baca Juga : Tanah Melayu Yang Dirampas

Satu hal yang sebenarnya mudah dilakukan, tapi menjadi rumit karena Atria seakan hidup di dunia yang berbeda dengan bapaknya. Semua buku yang ditulis teman-teman saya, selalu saya suka. Selalu saya beli dan selalu saya baca.

Walau banyak yang tidak tuntas. Saya tak suka meminta buku, kecuali yang memang dihadiahkan penulisnya tanpa saya minta. Sebab hadiah tidak boleh ditolak.

Namun menghargai penulis, dengan membeli karyanya, itu lebih membahagiakan. Saya selalu mendukung para penulis. Terlebih para penulis pemula yang masih tertatih merangkai aksara. Maka, kalau ada yang meminta tulisan saya, dengan senang hati akan saya berikan.

Karena itulah, tak heran tulisan saya banyak dijumpai di berbagai buku antologi kawan-kawan. Dari sejak lima belas tahun yang lalu sudah begitu. Sebagiannya memang saya sendiri yang mengikutsertakan pada antologi yang sedang dibuat.

Sebagian lainnya ada yang dikumpulkan dari tulisan-tulisan saya yang banyak terserak di laman FB dan berbagai portal. Kejejegan untuk terus menulis, adalah istiqamah yang tidak semua orang bisa melakukannya. Hanya sedikit orang yang terus menulis, di tengah kesibukan lainnya mengurus dunia.

Sedikit di antara orang yang terus menulis itu adalah Mbak Dhani, penulis buku yang sedang saya baca ini. Matur nuwun, Mbak Dhani, telah sudi menulis apa yang tidak bisa saya tulis.