Orang Ramai

Berita Cinta & Cerita

Kembali Sowan Narukan (1)

Tampak ratusan pasang mata yang masih diserang kantuk, berusaha untuk melek. Mereka berjalan dengan tertatih menuju bilik air ataupun tempat-tempat lain, yang terdapat air.

Ada yang langsung berwudhu dan segera menuju mushalla. Ada yang masuk bilik air kemudian buang air seni ataupun hajat lainnya.

Sesampainya di mushalla pun, sebagian di antara mereka banyak yang masih merem melek. Tidur mereka tak tuntas.

Memang begitulah kehidupan anak-anak pondok, padatnya waktu belajar, ngaji, ngelalar hapalan dan seabrek kegiatan lainnya, menjadikan tidur itu sebagai kesempatan yang sangat mahal.

Tepat adzan Subuh berkumandang, kami memasuki pekarangan Pondok Pesantren LP3iA yang diasuh Gus Baha di Desa Narukan, Kragan, Tembang.

Saya tuntun mobil saya pelan-pelan, sehingga tak lebih cepat dari langkah onta yang berjalan paling pelan. Saya tidak mau mengusik kemesraan para santri yang sedang asik mencumbu Fajar.

Setelah mobil saya parkir di tempat biasanya kami parkir, kami berjalan memasuki beberapa lorong, dimana para santri bergerombolan antri bilik air.

Seorang kakang (santri ngawulo) mendekati kami, “Monggo diaturi teng nDalem ler,“ katanya penuh sopan.

Kami pun dibawa menuju bangunan baru, yang di depannya terdapat satu gazebo besar dengan desain mewah.

Bangunan tempat kami dipersilakan istirahat di situ pun, tampak artistik dengan corak kecoklatan berpadu putih.

Bangunan ini waktu terakhir saya sowan, belum jadi. Tapi di situlah Gus Baha menemui kami dan kami ngaji sampai larut malam.

“Monggo diaturi istrirahat rumiyen, mengke menawi Yai mpun kerso nemoni, dalem kabari,“ ujar Kang yang mengantar kami.

?

Saya memilih tetap di teras, buka HP, lihat-lihat YouTube studio, sebagaimana yang menjadi rutinitas saya akhir-akhir ini.

Sesaat kemudian kopi datang, asapnya masih mengepul. “Wah, cocok iki, kepulan asap kopi kalau bersanding dengan asap tembakau,“ saya bergumam. Saya lihat beberapa asbak tersedia di atas bentangan karpet.

Sayyid Fahmi segera menyalakan sigaret mungilnya. Sementara Sayyid Ahmad memilih segera rebah di atas kasur di dalam kamar, sebab ia memang tidak merokok.

Berbagai suguhan pun berdatangan. Mulai yang berbungkus pabrik, hingga kreasi santri.

Nah, tak berselang lama wakul nasi juga datang. Berbarengan dengan mujair goreng, ayam goreng, sambel, kerupuk wa alihi wa sohbihi, semua datang menyerbu.

?

Kami pun tanpa menunggu aba-aba, segera melakukan penyerbuan. “Jane iki mergo arep barokah, opo kaliren?” (Abrar Rifai)

Pin It on Pinterest

WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com
%d bloggers like this: