Orang Ramai

Berita Cinta & Cerita

Segala Rasa di Masa Wabah

Segala Rasa di Masa Wabah

Oleh : Rahma Damayanty

Rasanya terlambat bicara tentang rasa di dada selama wabah. 

Tiga bulan telah berlalu. Segala kerepotan sudah dilalui. Gejolak rasa yang berupa-rupa pun sudah dialami. 

Rebahan yang awalnya dianggap aksi kepahlawanan, kini menjelma segala bentuk produktivitas. Jualan on line. Kursus on line.  Pertemuan juga on line.

Dari ketakutan terpapar virus atau bertemu orang tanpa gejala, hingga rutinitas mencuci uang. 

Benak dihantui segala bayangan. Masa depan tak terbaca. Kita tak beranjak ke mana-mana. Namun uang mengalir ke mana-mana. Tipis sudah tabungan. Bahkan banyak yang tak memiliki apa-apa lagi untuk digenggam.

Kita hendak mencurahkan rasa, tapi teman juga mencurahkan rasa pepat di dada. Bagusnya, kita punya banyak teman duduk dan kawan gelut di media sosial. 

Baca Juga : Ketahanan Pangan Orang Desa

Dapur menjadi laboratorium. Ilmu parenting menjadi sangat bermanfaat. Semua orang jadi punya keahlian baru. Bertanyalah apa saja pada mas Google. Bergurulah pada YouTube.  Berbagai hidangan baru tersaji di meja buka puasa kita.  Tidur adalah pelipur lara. Bukan karena malas, tapi karena tidur menjadi ajang melupakan duka lara.

Apa yang dikehendaki normal, bukanlah normal yang baru. Vaksin belum ditemukan. Tes masih sedikit.  Virus ini penuh misteri.  Misteri ilahi.  Inilah rasa hidup di zaman perang.  Bertahan hidup dan punya kemampuan humor adalah kemewahan.

Kita melakukan pertemuan on line bukan karena sok penting.  Sebab tak ada yang bisa menggantikan tatap muka dan jabat erat. 

Nasi sudah menjadi bubur. Bagi yang orangtuanya telah lama tak bisa ditemui, maka air mata menganak sungai. Tak jua bertemu muara.  Sebab tak berkesudahan tangis dan sesal.

Munajat kepada Tuhan, bisa jadi panjang daftar permintaan. Otak dipenuhi aneka rupa pemikiran.  Segala rasa terhimpun di dalam dada….

Pin It on Pinterest

WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com
%d bloggers like this: