Sebelum berangkat, saya sudah suruh agar anak-anak tidak ada yang bawa hape, kecuali Mbak dan Abang. Yaitu anak wedok mbarep dan anak lelaki satu-satunya, yang memang dipanggil mbak dan abang oleh adik-adiknya.
Tujuan saya, agar anak-anak tidak ada yang main hape atau nonton apapun selama di lokasi ataupun sepanjang perjalanan pergi dan pulang. Anak-anak sekarang memang lebih akrab monitor elektronik daripada pemandangan alam yang sesungguhnya.
Sebagaimana mereka juga lebih tahu permainan virtual daripada permainan yang sesungguhnya. Lebih jauh lagi, anak-anak zaman sekarang seperti lebih tahu cerita film atau dongen rekaan banyak sinema yang tersedia di berbagai situs atau platform.
Sungguh berbagai kenyataan di atas adalah ancaman terhadap bakat kemanusiaan yang sesungguhnya. Berbagai potensi anak-anak tercegah, karena dunia mereka hanya pada luas layar hape atau pun monitor komputer, tv dan berbagai gadget lainnya. Bertambah lagi, dengan berdalih pandemi yang konon saat ini sedang mengurung bumi, anak-anak usia sekolah dikurung di rumah. Belajar dilakukan secara virtual.
Baca Juga : Indonesia Adalah Tempat Bermain Sampai Akhir Hayat
Pendidikan dibuat hanya saling tatap antara guru dan murid melalui layar hape masing-masing. Anak-anak semakin diakrabkan dengan layar-layar digital tersebut, melampaui pengetahuan mereka terhadap tanah, air, debu, langit, warna dedaunan dan rupa-rupa alamnya. Maka, ketika ada kesempatan membawa mereka ke alam bebas, saya membuat syarat ketat, tak boleh membawa hape.
Dua anak tertua, saya bolehkan untuk membantu foto-foto dan rekam video.Kita tidak akan menabuh genderang perang kepada digitalisasi kehidupan.
Tapi kita tetap berkewajiban menjaga anak-anak kita, agar tetap menjadi anak-anak peradaban yang sesungguhnya. Bukan peradaban semu, yang terkungkung pada sempitnya layar gadget. (Abrar Rifai)
Terkait
Ramadhan Ala Gresik-an (Bagian 3-habis)
Ramadhan Ala Gresik-an (Bagian 2)
Ramadhan Ala Gresik-an (Bagian 1)