Orang Ramai

Berita Cinta & Cerita

Hal Tazhunnu Anni Kadzib, Wa Ana Bijiwari Rasulillah?

Sesampainya di Madinah, satu hal yang menjadi fokus saya adalah bagaimana caranya bisa sesering mungkin masuk ke Raudhah dan berziarah kepada Baginda Nabi –shallalahu ‘alaihi wasallama–.

Ada jatah satu kali kunjungan bersama rombongan jamaah, yang memang sudah menjadi jatah travel bersama agennya yang ada di sini.

Ustadz Mazid, yang menjadi pemandu kami selama di Madinah dan juga nanti di Mekkah berujar, “Ini tasrih hanya berlaku satu kali aja.”

Tapi, saya mendapat kabar dari Mas Bagus, tour leader kami, bahwa ada satu cara lagi kalau mau bisa masuk ke Raudhah. Yaitu mengajukan permohonan melalui aplikasi Nusuk.

“Ini sifatnya personal,” kata Mas Bagus. Jadi tidak berlaku grup, masing-masing kita mengajukan sendiri.

Suasana Raudhah yang dipenuhi Jama’ah

Di aplikasi ini kita mengajukan diri, dengan memasukkan nama, nomer paspor dan nomer visa. Nanti akan diberikan senarai tanggal yang available, berikut penjelasan: padat, longgar atau full.

Setelah itu kita memilih sendiri harinya. Tapi untuk jamnya, ditentukan otomatis oleh aplikasi. Tentu sesuai dengan waktu yang memungkinkan.

Alhamdulillah, saya mendapatkan jadwal tanggal 5 Januar, pada hari terakhir kami di Madinah. Adapun jamnya, tertulis di situ, pukul 04.00 – 04.29. Itu artinya kurang lebih satu jam-an sebelum shalat adzan Subuh.

Sepanjang malam saya berdoa, agar saat masuk nanti bertepatan dengan adzan Subuh saja, biar mendapatkan durasi yang lebih lama di Raudhah.

Sebab saat bersama rombongan, kami kebetulan dapat masuk tepat pada adzan Dzuhur berkumandang. Jadi kami bisa shalat qabliyah Dzuhur dan ba’diyah dengan leluasa. Begitu juga antara adzan dan iqamah, kami bisa tenang berada di Raudhah, tanpa khawatir diusir oleh petugas.

Ya Allah, senengnya, doa saya terkabul. Saya benar-benar mendapatkan kesempatan masuk lima menit menjelang adzan .

Jadi begitu sampai ke Raudhah, tiga shaf di belakang imam, setelah saya mendapatkan posisi yang pewe, adzan Subuh berkumandang dengan syahdu.

Duh, dimulai dengan bilur-bilur hangat yang mengkristal-kristal, kemudian terus mengalir deras hingga membasahi janggut. Ya Allah, entah mengapa, tangis tumpah begitu saja.

Tapi berjuang memasuki Raudhah untuk bisa tepat dengan adzan Subuh ini bukanlah mudah.

Saya dengan Mas Bagus sengaja datang mepet waktu, sebab kalau kami datang lebih awal, bisa masuk juga lebih awal. Maka kemungkinan sebelum adzan, kami akan diusir untuk diganti putaran berikutnya.

Awalnya saya bersama orang-orang dari IPB: India, Pakistan dan Bangladesh berkumpul di pojok depan sebelah kiri. Saya yakin, pagar penghalang d situ yang akan pertama kali dibuka.

Tapi ada petugas yang menyuruh mundur. Saya pun geser ke belakang. Dengan perkiraan yang akan dibuka itu kanan belakang. Namun rupanya saya salah, sebab yang dibuka adalah kanan depan.

Para rombongan IPB bruuuur! Mereka melintas seperti air bah. Mas Bagus juga bisa nyempil di situ, ia lolos.

Saya pun ikut berlari. Mau masuk lewat situ. Namun seorang petugas mencegat saya. Dia bilang, “Kamu nanti, setelah ini selesai!“

Saya mendebat, “Lho, saya ini tadinya juga di sini, Pak. Tapi saya mundur tadi, karena disuruh teman Bapak itu,” saya menunjuk seorang petugas yang tadi menyuruh mundur.

Tapi rupanya petugas ini tetap bersikeras, saya tidak boleh masuk bersama gelombang yang ini. Dalam hati saya, “Wah, gak dapat shalat Subuh di Raudhah ini.”

Tapi saya tidak menyerah. “Ya Syaikh, aqulu lak haqqan, anifan kuntu ma’ahum. Lakinni, antaqil ila khalfi ala amara bihi zamiluk hadza!”

“Laa, laaa ya Hajji!” sergahnya.

Duh… “A tazhunnu anni kadzib, wa ana bijiwari Rasulullah?!”

Mendengar ungkapan yang terakhir ini, dia seperti tersentak. Diraihnya tangan saya. Sejurus kemudian ia mengusap dada saya, “Akhuya, la ba’sa alaik. Taadhdhal, udkhul. Ana huna mujarrad aqum alal wadhifah…”

Entahlah, kekuatan apa yang menyebabkan saya berani dan sanggup mendebat. Hingga kemudian anti klimaks seperti itu.

Segenap rasa berbaur: Cinta, kerinduan, kesungguhan dan keberanian. Semua karena Baginda. (Abrar Rifai)

Pin It on Pinterest

WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com
%d bloggers like this: