
Oleh: Maryam Smeer
Pandemi ini sudah berbulan-bulan. Pasien yang sembuh pun banyak. Tapi yang akhirnya meninggal pun tak sedikit. Namun obat dan juga penangkal dari virus Corona masih belum ditetapkan.
Sempat terdengar beberapa penemuan diumumkan bahwa beberapa jenis obat kimia diklaim bisa menyembuhkan pasien corona.
Di masyarakat Indonesia, beberapa obat berjenis jamu atau herbal tersebar dan banyak yang mengkonsumsi. Tidak sedikit yang akhirnya sembuh setelah mengkonsumsi obat herbal tersebut.
Jumlah pasien yang sembuh setelah mengkonsumsi obat herbal juga makin hari kian bertambah. Namun masih belum terdengar apresiasi dari pemerintah, bahkan cenderung diabaikan kebenarannya.
Baru-baru ini terdengar ada yang melaporkan sebuah wawancara mengenai obat herbal. Wawancara tersebut dilaporkan karena dianggap menyebarkan informasi yang tidak valid atau berita bohong.
Kebetulan obat herbal yang dibahas oleh Anji, seorang Youtuber, cukup ramai dibahas di salah satu grup WA yang saya ikuti. Di sana banyak testimoni anggota WA Grup yang mengatakan telah mendapatkan banyak manfaat dari obat herbal tersebut. Mereka ataupun keluarganya telah mengkonsumsinya.
Dahulu juga ada seorang doktor yang kliniknya ditutup karena dilaporkan mengenai rompi pembunuh sel kanker. Walaupun tidak sedikit pula yang berhasil mendapatkan manfaatnya, namun tetap dilarang oleh pemerintah. Hingga saat ini, kanker masih berjaya menjadi pembunuh nomor wahid.

Beberapa hari terakhir, kita menyaksikan kesibukan pemerintah terkait persiapan implementasi vaksin anti-virus corona yang didatangkan dari China.
Di sebuah pemberitaan di televisi, dikabarkan bahwa antivirus ini akan diujicobakan di relawan. Namun hingga saat berita itu dibacakan (6 Agustus 2020), tim uji coba masih kekurangan relawan. Targetnya, di bulan September antivirus ini akan diaplikasikan.
Antivirus kimia dan obat herbal seakan saling berkejaran. Dunia kedokteran terlihat masih antipati terhadap obat herbal. Padahal efektivitas obat herbal tidak bisa tidak kita akui. Fakta berbicara akan manfaat obat-obatan herbal sejak dahulu kala.
Baca Juga : Terpapar Covid-19 Bukan Aib
Banyak yang mengatakan kekurangan herbal ada pada dosis yang tidak jelas dan terukur secara ilmiah. Entah kenapa tidak dilanjutkan dengan penelitian mengenai penetapan dosis saja, daripada menghentikannya. Toh obat kimia juga ditentukan dosisnya setelah dilakukan penelitian.
Terus terang, saya tidak tahu menahu tentang apa yang sebenarnya terjadi dan harusnya dilakukan. Saya bukan ahli farmasi, saya juga bukan tenaga kesehatan. Namun banyak pertanyaan berkelindan di benak saya mengenai hal ini.
Bukankah tujuan utama mengkonsumsi obat adalah sembuh? Apapun caranya, yang penting sembuh.
Entahlah, harusnya bagaimana?
Saya berusaha tetap berhusnudzon bahwa para pengambil kebijakan di negara kita hanya mempunyai satu tendensi yaitu kesembuhan rakyat.
Semoga kita semua segera terbebas dari wabah yang menghebohkan ini dengan solusi yang terbaik.
Terkait
Menemukan Keseimbangan Lewat Digital Detox
Gerbong Berbeda, Tujuannya Sama, Tak Perlu Gengsi!
Komersialkan Gundahmu!