Oleh : Halimi Zuhdy
Seringkali ketika saya naik kereta api kelas ekonomi atau kendaraan lainnya yang dianggap biasa-biasa saja, selalu ada saja yang komentar. “Kok naik kelas ekonomi, capek lo”, “Tidak bisa tidur, tempatnya duduknya berdiri lo”, “Sudah dibayarin, kok naik kelas ekonomi!”. “Kok gak gengsi sih, naik kelas ekonomi, eman ya uangnya?!”. “Pejabat kok naik ekonomi” Dan masih banyak sekali narasi-narasi yang muncul dari kawan-kawan atau kolega, ketika menaiki kendaraan dengan kelas tertentu.
Agak risih sih, ketika ditanya persoalan kelas. Apa bedanya kelas ekonomi, bisnis, eksekutif dan luxury?. Bukankah goyangannya sama?, keretanya sama? Sampainya sama? Hanya yang membedakan fasilitasnya, itu pun sama-sama ada tempat duduknya. Bedanya pasti ada, mungkin ada hiburan, internet, meja, dan fasilitas lainnya. Tetapi, tetap saja kan sampainya sama.
Baca Juga : Kebahagiaan Lepas dari Tempurung
Terkadang, bagi beberapa orang, bukan pada letak fasilitasnya, tetapi pada gengsinya. Terkadang lo!. Kalau naik kelas ekonomi, takut dikira kelas kere, tidak mewah, irit, dan berbagai persangkaan lainnya. Atau sebaliknya, bila naik kelas mewah, agar dikira berkelas, menghilangkan gengsi dan tidak ketika bertemu dengan temannya agar tidak malu bila ditanya.
Kalau hanya “Gengsi”, rugi banget. Tidak hanya naik kereta api, apa pun. Karena orang yang suka gengsi akan tersiksa. Pakai baju tersiksa, pakai tas tersiksa, pakai kendaraan tersiksa, dan selalu tersiksa. Enak hidup apa adanya, tidak butuh gengsi-gengsian. Bukankah, hidup apa adanya dan sesukanya, tanpa tergantung pada orang “gengsi” adalah sesuatu yang paling indah.
Banyak orang yang tersiksa, karena harus “dibuat-dibuat, dan membuat-buat”. Satu sisi dan suatu saat, mungkin butuh dan harus, tetapi tidak selalu. “Gak punya uang kok makan daging sapi, cukup makan tempe, tidak usah dipaksa makan daging sapi, bukannya yang penting kenyang”.
Ketika kita memasuki kabin kereta api, kelas apapun yang kita pilih seharusnya tidak menjadi batasan untuk menikmati keajaiban perjalanan. Apakah itu kelas ekonomi, bisnis, eksekutif, atau luxury, kita semua memiliki tiket untuk mengalami keindahan perjalanan di dalam kereta. Kursi yang kita tempati, seakan menjadi tempat penitipan harapan, mimpi, dan cerita hidup yang beragam. Ah, masih mikir tiket!!
Baca Juga : Santuy Terhadap Ekspektasi
Kelas apa pun yang kita pilih, tinggal kita menikmatinya, maka kita akan menemukan bunyi roda kereta yang berdenting di rel, dan matahari yang memancarkan cahayanya melalui jendela. Tidak perlu gengsi atau malu karena, pada akhirnya, tujuan kita semua adalah sampai ke destinasi yang sama. Ekonomi yes! Tidak perlu gengsi. Apa pun, yang penting halal.
Setiap perjalanan kereta api adalah petualangan, dan pesona sejati terletak dalam perjalanan itu sendiri, bukan hanya dalam tipe kursi yang kita pilih. Sehingga, biarkan kereta api membawa kita bersama-sama dalam pengalaman yang tak ternilai harganya, sambil merayakan keanekaragaman yang membuat setiap perjalanan begitu istimewa.
Oye, selamat menikmati hidup, tidak usah menikmati kelas. Wong, sampainya sama. Hanya beda gerbong saja.
Terkait
Menemukan Keseimbangan Lewat Digital Detox
Komersialkan Gundahmu!
SAMARA dengan Pondasi Setia