Orang Ramai

Berita Cinta & Cerita

Belukar Jangan Dipintal

Belukar jangan Dipintal by orangramai

Teman-teman guru sudah pada rame di WAG terkait penundaan UN SMA, yang sedianya akan dilaksanakan Tanggal 30 Maret ditunda menjadi Tanggal 6 April. Saya sendiri sebagai kepala sekolah justru belum tahu. Di grup MKKS saya ubeg-ubeg pun belum ada edaran resminya. Tapi teman-teman guru sudah pada tahu dan sudah mendiskusikannya. 

Berikutnya ternyata Ujian Nasional (UN) ditiadakan atau dibatalkan. Bahkan UN SMK yang sedang berlangsung, segera dihentikan. Berita sudah beredar ke mana-mana. Berbagai media: TV dan terlebih lagi media Online dan media sosial sudah memberitakannya dengan berbagai sudut dan kemauan. 

Pagi hari Selasa, 24 Maret telepon saya tak henti berdering. Belum lagi pesan di WA dan SMS. Dari ujung barat Indonesia hingga ujung timur, telepon berdatangan. Mereka bertanya kebenaran berita tersebut. Mereka ini adalah wali santri kelas 9 (SMP) dan kelas 12 (SMA) yang tertunda kepulangannya karena menunggu UN. Sedang santri-santri lain, sudah kami pulangkan semua dua hari sebelumnya. 

Bukan hanya wali santri. Tapi para guru dan keluarga pesantren juga bertanya pada saya. Sebab di beberapa pesantren lain, begitu mendengar berita tersebut, mereka langsung memulangkan santrinya. 

Baca Juga: Di Dalam Digebukin, Keluar Dipalakin

Tapi saya berujar kepada mereka, “Beritanya memang benar. Tapi surat edaran resminya sampai sekarang belum ada. Saya belum berani bersikap.” 

Di Grup MKKS pun sudah pada rame. Tapi tetap tak ada kepastian. Semua masih menunggu surat keterangan resmi dari Dinas Pendidikan. Sedang surat yang dimaksud tak jua kunjung datang. 

Begitulah, saat ini informasi apapun memang begitu cepat menyebar. Seringkali para pemangku kepentingan, atau orang dan lembaga terkait belum tahu, tapi publik sudah tahu. 

Begitu publik tahu, mereka segera merespon atau bereaksi. Hanya saja memang terkait kedinasan, setiap lembaga tetap harus mengacu kepada informasi atau instruksi resmi dari instansi yang menaunginya. Sehingga karenanya setiap pemangku kepentingan tidak bisa serta merta membuat keputusan hanya berdasarkan berita media. Apalagi media sosial.

Bukan perkara beritanya benar atau salah. Tapi lebih kepada ketertiban kerja dan koordinasi antar lembaga. Sehingga informasi apapun tetap dibuat satu pintu. “Mohon maaf, kita semua tetap berpedoman kepada keputusan Dinas…” demikian kutipan pesan yang saya dapatkan dari Ketua MKKS. 

Sepanjang hari itu yang saya bisa lakukan hanya menunggu. Memberi pengertian kepada para wali santri yang menelpon dan berkirim pesan WA. Sambil terus memantau WAG MKKS. Sampai sore, tetap tidak ada informasi apapun dari Dinas. Tapi saya mendapatkan edaran dari Mendikbud kepada Gubernur, Bupati/Walikota dan semua kepala sekolah, terkait peniadaan UN dan segala hal yang terkait dengannya. 

Bermodalkan surat edaran yang juga belum resmi disampaikan kepada kami, saya langsung membuat keputusan. Saya berikirim pesan melalui grup guru, berkirim pesan kepada pengasuh dan pengurus asrama: Anak-anak sudah boleh pulang. UN tidak ada. Pembelajaran Daring dan juga mungkin Ujian Daring akan disampaikan kemudian. 

Semua bersorak. “Terima kasih, Ustadz atas informasinya. Akhirnya kami lega, anak kami bisa segara pulang,” tulis seorang wali santri asal Bali. 

Para guru pun turut lega. Sebab mereka sudah mendapatkan kepastian. Keluarga pesantren dan pengurus asrama pun demikian. Nah, sekarang saya yang masih harus terus berpikir. Sebab dipulangkan itu bukan berarti tidak belajar, tapi belajar di rumah. Ujian pun bukan ditiadakan, tapi dilakukan secara Daring. 

“Belajar dari rumah melalui pembelajaran daring untuk memberikan pengalaman belajar bermakna, tanpa terbebani tuntutan menuntaskan seluruh capaian kurikulum…” begitu di antara bunyi surat edaran Mas Nadiem Makarim, Mendikbud muda dan ganteng itu. 

Lebih jauh lagi, Mas Menteri menerangkan bahwa kelulusan siswa ditentukan berdasarkan nilai semester lima. Adapun nilai semester genap kelas 9 (SMP) dan kelas 12 (SMA) hanya dijadikan tambahan nilai kelulusan saja. 

Ada tambahan item lagi untuk SMK, tapi tidak saya perhatikan. Sebab di pondok kami memang tidak ada SMK. 

Tapi yang pasti, dari seluruh dinamika yang terjadi karena corona ini kita belajar bahwa kecepatan informasi melalui internet itu begitu sangat cepat. Kadang lebih cepat dari panah asmara yang dilesatkan para pecinta. 

Bagaimana tidak, ketika menteri masih rapat dengan anggota dewan dan BNSP, wartawan sudah menunggu. Begitu keluar ruangan, mereka sudah harus memberikan keterangan pers. Padahal hasil pertemuan belum dilaporkan kepada Presiden. Pun belum menjadi keputusan, tapi baru menjadi kesepakatan. Sepakat bukan berarti putus! 

Tapi wartawan sudah menulisnya: Keputusan. Ini yang diakses publik dan dipercaya. Kemudian dipakai untuk menyoal lembaga dan orang terkait dengan itu.

Ini adalah masa yang kita berlomba di udara. Berkejaran di awang-awang. Tanpa pernah menginjak bumi, sebelum sampai ke tujuan. Maka karenanya, keterlambatan bersikap hanya akan memintal belukar menjadi semakin kelu. (Abrar Rifai)

Pin It on Pinterest

WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com
%d bloggers like this: