Orang Ramai

Berita Cinta & Cerita

Konflik saat peristiwa Shiffin

Sejak peristiwa Shiffin, Sayyidina Husein bin Ali dan Sayyidina Abdullah bin Amr bin Ash -Radhiyallahu ‘anhum- tidak lagi saling berbincang, kecuali hanya basa-basi dan sebatas ber-say-hello saja. Hal tersebut sungguh mengiris hati Abdullah bin Amr. Ia sangat mencintai cucu terkasih Rasulullah -Shallahu ‘alaihi wa alihi wasallam-tersebut. Katanya, “Manusia yang paling dicintai penduduk langit adalah orang itu.” Abdullah menunjuk Husein yang sudah berlalu membelakanginya.

Kalau sudah masuk konflik politik, akan banyak nurani yang tergadai. Akan banyak akal sehat yang hilang. Akan banyak kecerdasan yang tetiba berkarat. Itu adalah realitas yang telah banyak kita saksikan di punggung bumi ini dari masa ke masa.

Maka, kalau ada seruan untuk tetap beradab menghadapi lawan politik, sesungguhnya itu adalah seruan baik. Tapi percayalah bahwa seruan itu tak ubahnya seperti panggilan kita pada orang tuli di kejauhan. Sudahlah dia tuli, jauh pula jaraknya. Mana mungkin dia (mau) mendengar!

Kalau bicara ketaatan dalam ketidakrelaan, sungguh ini adalah barang langka yang tidak akan kita jumpai kecuali pada orang yang benar-benar Allah pilih untuk dijadikan-Nya contoh pada manusia lainnya. Seorang di antara yang langka tersebut, adalah Sayyidina Abdullah bin Amr bin Ash. Sungguh dia tidak rela untuk ikut berperang bersama Muawiyah bin Abi Sufyan melawan Khalifah Ali bin Abi Thalib -Radhiyallahu ‘anhum-. Namun semata karena ketaatan kepada ayahnya, sehingga Abdullah tetap ikut berangkat menyertai Sang Ayah yang memang menjadi penyokong utama barisan Muawiyah.

Tetapi ketaatan Abdullah kepada ayahnya, tetap tidak mencerabut kejujuran dirinya bahwa ia berada di pihak yang salah. Maka, ia pun tidak pernah ikut memanggul senjata. Hingga akhirnya ia tersentak ketika mendapati Ammar bin Yasir -Radhiyallahu ‘anhuma-dihujani anak panah oleh anak buah Muawiyah. Abdullah bangkit menemui ayahnya dan Muawiyah. “Jelaslah kini, bahwa kita adalah para pemberontak!” ucap Abdullah lantang kepada keduanya… “Tidak kah Anda mendengar Rasulullah bersabda bahwa yang akan membunuh putra Sumayyah adalah kelompok durhaka?”

Muawiyah panik, dia tidak ingin omongan Abdullah ini menyurutkan semangat anak buahnya untuk memerangi Ali. Maka Muawiyah pun mengucap muslihat baru, “Memang benar bahhwa Rasulullah pernah bersabda, bahwa Ammar akan dibunuh oleh pihak durhaka. Dan kini Ammar telah terbunuh. Ketahuilah, bahwa yang membunuhnya, adalah orang yang mengajaknya ikut berperang!”

Sayyidina Ali yang kemudian mendengar logika Muawiyah tersebut pun menyampaikan logikanya. “Kalau begitu, yang membunuh Hamzah, Rasulullah dong. Sebab yang mengajak Hamzah berperang adalah Rasulullah!”

Begitulah politik. Politik akan menemukan logikanya sendiri. Politik akan menterjemahkan kesantunan dan ilmunya sendiri. Politik akan menjelaskan kebenarannya sendiri. Sekali lagi, begitulah politik. Maka, yang terpenting adalah ketangguhan kita dalam mempertahankan kejujuran. Entah kita tengah berada di pihak mana, di antara dua kelompok yang sedang bertikai. Contohlah Abdullah bin Amr, ia junjung ketaatan kepada ayahnya, sebab begitulah Rasulullah dulu pernah berwasiat secara khusus kepadanya, “Ya Abdallah, taatlah kepada ayahmu!”

Kejujuran akan melahirkan keberanian. Keberanian untuk menyampaikan kebenaran sesungguhnya kepada orang yang harusnya wajib kita taati sekalipun! (Abrar Rifai).

Pin It on Pinterest

WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com
%d bloggers like this: