Orang Ramai

Berita Cinta & Cerita

Reaksi Kerdil: Menyoal Goyangan Anis Matta di Jogja

Kampanye yang digelar PKS di Malang pada Tahun 2004 itu tergolong gegap gempita. Kampanye dipusatkan di stadion atau lapangan Dau. Dulu masih ada lapangan ini, tapi sekarang sepertinya sudah tidak ada. Entah beralih fungsi menjadi apa?

Malang memang menjadi daerah yang membuat iri daerah lain, sebab mendapatkan full fasilitas finansial dari Presiden Partai, Luthfi Hasan Ishaaq yang kebetulan memang orang Malang.

Apalagi Ustadz Luthfi juga berangkat dari Dapil Jatim V: Malang Raya. Maka, tak heran suami Darin Mumtaza itu mengucurkan banyak uangnya untuk kesuksesan pendulangan suara dari Malang.

Belum lagi bantuan-bantuan charity dari Timur Tengah yang banyak dititipkan melalui Ustadz Luthfi. Karena itulah banyak mushalla yang dibiayainya dengan dana-dana tersebut.

Saya masih ingat, ketika itu betapa semangatnya saya. Umur masih belum genap 30 tahun, ditambah keyakinan bahwa kampanye PKS dan segenap aktivitas politiknya adalah kegiatan dakwah yang akan memperoleh kapling surga.

Kalau tidak salah, itu adalah kampanye Nasional terakhir yang menjadi jatah PKS. Ruaame, benar-benar rame. Saya masih ingat, Pak Ahmad Subchan ketika itu berkacamata hitam melepas burung dara.

Saya sendiri berhasil ngangkut orang Sidoluhur entah berapa truk. Belum lagi kawan-kawan lain dari Wilda yang lain. Ketika itu setiap daerah pemilihan memang disebut oleh PKS sebagai Wilda: wilayah dakwah. Wlida Badar, wilda Uhud dan lain-lain. Sudah mirip dengan perang beneran. 😀

Baca Juga : Lanjut Pak Anis 

Lucunya kita, termasuk saya, ikut saja semua apa yang dimaui orang-orang yang disebut qiyadah itu. Sebab memang sudah terlanjur dibaiat. Iya, dibaiat Sodara-sodara!

Maka tak heran, belakangan ini orang-orang yang tak lagi percaya pada PKS disebut pengkhianat dakwah. Walaupun yang bersangkutan masih rajin ceramah agama, membina majelis taklim dan memimpin pondok pesantren.

Itu karena PKS meyakini bahwa dakwah itu adalah PKS. PKS itu sama dengan dakwah. Namanya aja partai dakwah!

Begitulah memang keyakinan kaum PKS selama ini. Termasuk saya yang pernah ada di dalamnya. Saya bersyukur, lebih dulu tobat daripada Fahri Hamzah , Anis Matta dan kawan-kawan. Sebab saya meninggalkan PKS jauh sebelum jamaah tersebut pecah.

Kampanye PKS di Dau yang meriah itu menyisakan masalah, sebab panitia menghadirkan terbang jidor yang dianggap tabu di PKS. Saya sendiri tidak begitu perhatian, sebab saya terlalu sibuk mengurusi massa yang saya bawa.

Pada malam hari, saat dilakukan evaluasi acara, masalah tersebut benar-benar dibahas. Malam itu hadir, Ustadz Luthfi, Pak Subhan, Ustadz Jakfar, Ustadz Nizham, Ustadz Uril Bahruddin dan ustadz-ustadz lainnya. PKS ini memang punya banyak ustadz. Sebab semua orang yang sudah sampai level tertentu, niscaya dipanggil ustadz.

Tidak seharusnya PKS menghadirkan terbang jidor, bukan pakem di PKS. Kenapa bukan nasyid aja dan bla, bla blaaaa…

Entahlah, kenapa kesenian yang sebenarnya sudah begitu melekat dan dianggap Islami di Indonesia, justru di mata (hampir semua) orang PKS ketika itu justru dianggap tidak islami.

Maka tak heran, kalau banyak orang yang kemudian menyebut PKS sebagai Islam Transnasional yang harus diwaspadai. Sebab bisa menggerus kearifan Islam yang sudah berabad melekat di Indonesia.

Tapi rupanya PKS kini sudah berubah. Terlepas memang serius berubah, atau sekedar kamuflase politik saja. PKS kini sudah mau melahap apa saja hal-hal yang dulu dianggap tabu dan bahkan haram. Semisal menghadirkan sinden pada satu acaranya. Sudah biasa ikhtilath, berbaur laki-laki perempuan. Padahal yang terakhir ini, dulu begitu sangat dijaga. Dan lain-lain, dan lain-lain.

Bagi saya, ini merupakan perkembangan yang bagus. Sebab PKS semakin meng-Indonesia. Walau sekali lagi, bisa jadi semua itu hanya kamuflase politik saja. Atau kalau dalam terminologi orang Syiah disebut taqiyah. Semoga saja tidak.

Tapi disaat PKS yang terus berjibaku menjadi Indonesia, rupanya masih banyak kadernya yang tidak paham tentang khazanah yang menjadi kekayaan Indonesia. Tengok saja, apa celotohen dan bualan mereka ketika menyaksikan Anis Matta dan Fahri Hamzah di Jogja.

Bukan sekedar celotehan, tapi begitu banyak serangan yang dialamatkan kepada Pak Anis, karena ikut bergoyang mengikuti tembang-tembang Jawa yang disenandungkan kawan-kawan Gelora di DIY.

Saya mendapatkan video itu dari berbagai sumber, baik dari yang kontra ataupun yang pro, lengkap dengan penjelasannya.

Saya saksikan Pak Anis tergelak sambil menggoyangkan tangannya dan tubuhnya dengan pelan. Itu saja.

Tidak demikian dengan Fahri dan lainnya, memang bergoyang dan bahkan saya lihat Fahri berputar. Asyik saja, namanya aja orang yang bahagia.

Tidak ada susila dan juga bukan tarian erotis. Hanya goyangan mengikuti tembang Jawa, yang sudah menjadi khazanah di negeri ini sejak dahulu kala.

Maka saya tegaskan, bahwa mereka yang menganggap hina acara tersebut, tersebab dua perkara:

  1. Karena hasud saja, menyaksikan begitu semaraknya acara Partai Gelora, yang disertai kekhawatiran bahwa partai baru ini akan cepat menjadi besar. Wajar saja, sebab kebencian yang memenuhi ubun-ubun, susah dicarikan penawarnya.
  2. Karena memang PKS belum sepenuhnya ingin lebur menjadi Indonesia, sehingga hal-hal yang sebenarnya bagian dari kekayaan khazanah kita masih mereka anggap buruk.

Apapun itu, entah faktor pertama atau yang ke dua, atau dua-duanya, tak ada manfaatnya buat PKS. Melainkan hanya akan menjadikan partai yang sekarang berwarna jeruk ini semakin kerdil. Saksikanlah! (Abrar Rifai)

Pin It on Pinterest

WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com
%d bloggers like this: