Orang Ramai

Berita Cinta & Cerita

Menantang Gelombang

Kalau bukan karena Ibnu Batutah, mungkin kita tak akan banyak tahu cerita negeri-negeri. Atau mungkin sekedar tahu dari cerita Marcopolo.

Tapi Ibu Batutah melampaui tutur Marcopolo. Sebab Ibnu Batutah tak hanya berjalan. Tapi sepanjang desahnya, ia bertasbih bersama angin.

Ibnu Batutah bertahmid bersama beburung, yang terbang menyertainya dari satu negri ke negeri lain.

Ibnu Batutah bertakbir bersama debur ombak yang paling kecipak hingga yang paling garang. Sampai akhirnya ia mengakhiri arungnya ketika kapal pecah dihantam ombak di kawasan yang kita sebut Maladewa sekarang.

Orang-orang Maladewa itu adalah anak cucu Ibnu Batutah. Mereka muslim tapi terbuka. Mereka merawat keindahan, sehingga menjadi pemandangan, yang melukiskan ayat-ayat Kauniyah Allah Ta’ala.

Orang-orang Maladewa mengalir pada mereka darah seorang petualang ulung. Sehingga pandangan mereka bisa lepas melintasi lembah.

Baca Juga : Melepas Senja

Pandangan mereka melampaui tingginya gunung, bahkan melewati luas samudera.

“Sungguh pada penciptaan langit dan bumi serta silih bergantinya malam dan siang, adalah ayat-ayat Allah bagi mereka para cendikia…” sepenggal QS. Ali Imron: 190.

Membaca adalah perintah Allah yang pertama kepada ummat ini. Tak hanya membaca teks melalui rangkaian huruf-huruf. Sebab bilangan huruf itu hanya terbatas pada A sampai Z. Atau Alif hingga Ya`. Atau entah tersebut apa dalam huruf kanji dan huruf lainnya.

Terlebih pada masyarakat Arab yang saat itu adalah orang-orang yang rerata tidak bisa baca tulis. Sehingga lazim disebut ummi. Bahkan junjungan kita Baginda Nabi Muhammad –shallallahu alaihi wassalam, itu juga ummi.

Tapi ketidakmampuan orang-orang Arab mengeja aksara, justru menjadikan mereka peka melampaui bangsa-bangsa yang pandai baca tulis.

Pergulatan dengan alam. Mencumbui pasir hingga berpelukan dengan angin, itulah pantikan kepekaan mereka. Maka, orang-orang Baduwi dengan dengan segenap keluguannya, mereka pandai melantunkan bait-bait puisi yang indah.

Saya membiarkan anak-anak main pasir. Bahkan tadi sempat disambar ombak yang tetiba naik, pasang. Sumayyah menjerit, dia menangis. Anak saya yang paling penakut dan nangisan memang Sumayyah dan Diana.

Sedang Fatimah dan Fathiyah, ketika ombak menjadikan pakaian mereka seketika basah, justru tertawa riang.

Nah, menyaksikan godaan ombak pada anal-anak saya pagi ini, pun adalah syair laut yang sanggup membuncah bahagia. (Abrar Rifai)

Pin It on Pinterest

WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com
%d bloggers like this: