Saya Ikut Gelora - Orang Ramai

Oleh: Sultan Alam Gilang Kusuma

Saya selalu merasa bahwa orang-orang hebat yang diproduksi di Indonesia ini hanya butuh ruang meja besar untuk bersatu, mungkin meja DPR salah satunya. Meja yang menyatukan banyak insan dan pikiran untuk menimbang serta simbolik perwakilan rakyat dalam institusi demokrasi.

Tapi sayang, ada kronik dan kesalahan kita dan para anggota legislatif dalam memaknai posisi daulat rakyat dan daulat parpol, serta daulat uang. Kesalahan itu tidak serta merta diperbaiki, justru menjadi kebiasaan karena pada posisi enak.

Itulah kenapa, ketika kesalahan dalam memahami daulat rakyat dan daulat parpol itu terjadi dalam ruang demokrasi Indonesia, itulah yang melahirkan persepsi orang tentang “politik itu kotor”.

Akhirnya, insitusi pemerintahan mengalami kerusakan. Pikiran dan cara pandang rakyat juga salah sebagai subjek. Tidak ada usaha rekonsiliasi dan perbaikan. Yang ada justru politik keterbelahan diproduksi dimana-mana. Maka jangan merasa heran jika Indonesia tidak mampu memiliki lompatan besar sebagai bangsa yang berwibawa.

Langit kita tinggi sebagai pengibaratan bahwa tanah nusantara ini punya banyak kekayaan, potensi, dan gemah ripah loh jinawi. Tapi sayang, kita terbang terlalu rendah sebagai pengibaratan bahwa cara manajemen negara, kehadiran narasi bangsa dan kepemimpinan, pola kesadaran rakyat dan pelaku pemerintahan sangat-sangat jauh dari standar layak bahkan justru menciptakan kronik yang membuat bangsa ini lemah dan gagal.

Maka itulah salah satu hal yang menjadi alasan bagaimana saya sedari muda terjun dalam dunia politik yang dicap kejam oleh banyak orang; yang dicap kotor, yang dicap penuh kepentingan dan uang. Sebab harus ada kuda troya yang menjadi pion perbaikan keadaan. Harus ada riak-riak gelombang yang melahirkan gelombang perbaikan.

Dan sejak jauh-jauh hari, saya memilih Gelora dan sosok Anis Matta sebagai papan selancar memulai itu semua. Terkait kenapa alasannya, nanti kita bahas di lain waktu.

Medan 2020