Orang Ramai

Berita Cinta & Cerita

Ibarat macan, PKS itu jago kandang aja. Aumannya bergemuruh ketika berada di kandang, tapi saat dilepas di belantara, seringkali keok. Sesumbarnya meninggi seperti asap. Meninggikan diri, tapi tak pernah sampai menggayuh awan, apalagi sampai ke langit biru.

Lihat saja gaya mereka ketika menghadapi Fahri Hamzah di awal-awal gugatan, keras! Bahkan menyebut Fahri bakalan nangis bombay-lah. Tapi nyatanya dipecundangi Fahri sampai tiga kali berturut-turut. Di hadapan kader, bak raja-raja yang harus ditaati.

Baca Juga : Siapa Mereka? 

Menempatkan partai seolah tiada cela, keputusan qiyadah adalah titah suci. Yang berbeda dengan qiyadah adalah pengkhianat! Di parlemen selalu kalah dalam banyak hal. Selalu beralasan, “Kami sedikit, wajar kalah. Coba kalau besar.”

Begitu saja terus sampai air laut tak lagi asin. Tak jeli melihat kenyataan politik dan terlebih lagi persoalan hukum. Karena bangunannya adalah jamaah, bukan partai politik.

Partai adalah jamaah dan jamaah adalah partai. Ada rutbah-rutbah dalam partai, yang mengaburkan kenyataan hukum positif. Lihat saja, pemecatan Ustadz Ma’ruf Efendi di Bontang, hanya berdasarkan perasaan (asumsi) bahwa yang bersangkutan telah pindah ke partai Gelora. Jadi bukan kenyataan bahwa Ma’ruf telah benar-benar pindah.

Semisal yang bersangkutan ikut kegiatan Partai Gelora secara formal atau menjadi anggota dan pengurus partai besutan Anis Matta tersebut. Kalau sekedar keterkaitan keluarga atau pertemanan, tidak bisa dijadikan pembenar bahwa yang bersangkutan telah berpindah.

Sebagai partai politik, PKS tidak boleh melarang kader atau anggotanya bergaul dengan partai mana saja. Mau dengan PDIP kek, Golkar atau Gelora. Kecuali kalau memang ada hal formal yang menyebabkan orang tersebut ternyata sudah bergabung dengan partai lain, sudah seharusnya PKS memecat yang bersangkutan.

Tapi yang terjadi adalah sekedar perasaan, baper aja ini PKS. Menurut keterangan Nadlif Ridhwan, ketua dewan etik PKS Bontang, konon pihaknya memiliki bukti kuat atas kepindahan Ma’ruf Efendi ke Gelora.

Tapi tak sedikit pun bukti tersebut disampaikan. Sebagaimana yang dilansir mediakaltim, malah meminta Ustafz Ma’ruf untuk legowo, karena hatinya bukan lagi ke PKS, tapi ke partai lain. Lah, ini masalah hukum kok malah ngurusi hati? Koplak! Persoalan hati tidak bisa dijadikan delik hukum apapun. Sebab sekali lagi, kenyataan itu adalah jika yang bersangkutan bisa dibuktikan telah bergabung secara formal ke PKS.

Semisal ditandai dengan telah memiliki KTA Partai Gelora, hadir di acara partai atau menjadi pengurus partai. Kesewenang-wenangan PKS hanya karena berdasarkan Baper tersebut, itulah yang menyebabkan mereka harus benar-benar berhitung untuk bertarung di pengadilan.

Maka tak heran pada sidang yang pertama mereka mangkir! Pengalaman DPP PKS yang dipecundangi Fahri di Jakarta, tentu membuat DPD PKS di Bontang gerogi berhadapan dengan hukum positif. Maka itulah mereka mangkir.

Rupanya mereka masih menyusun kekuatan untuk bisa hadir pada sidang berikutnya. Kita lihat saja, apakah mereka bisa gemuruh mengaum di hadapan hakim, sebagaimana auman mereka di hadapan kader. (Abrar Rifai)

Pin It on Pinterest

WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com
%d bloggers like this: