Oleh : Abrar Rusdi Rifai
Saya tidak sepakat dengan pernyataan Edi Mulyadi yang menyebut Penajam sebagai tempat jin buang anak. Silakan kawan-kawan Kalimantan Timur bereaksi atau bahkan memperkarakannya secara hukum jika dianggap pernyataan tersebut mengandung penghinaan.
Pun, saya tidak akan terlibat dalam polemik terkait pemindahan ibukota Negara dari Jakarta di Jawa ke Penajam di Kalimantan. Sebab diskusi atau gagasan tentang itu sudah lama dilakukan.
Kenapa harus dipindah dari Jakarta?
Kenapa harus ke Kalimantan, bukan daerah lain yang masih di pulau Jawa, atau kawasan lain di Indonesia?
Kenapa Penajam, bukan daerah lain di Kalimantan?
Sekali lagi saya tidak masuk kesitu. Biarkan saja itu menjadi urusan semua pihak yang terlibat: mulai Pemerintah, DPR ataupun pihak swasta yang akan menangguk keuntungan dari proyek raksasa tersebut.
Tapi melalui tulisan ini, saya ingin menyoal nama yang telah disiapkan. Kenapa harus Nusantara?
Kenapa tidak dibiarkan, tetap Penajam saja atau nama lain, selain Nusantara?
Sebab dengan menjadikan Nusantara sebagai nama satu kota atau ibukota suatu negara tertentu, justru itu akan mengkerdilkan Nusantara!
Nusantara itu teramat agung, untuk sekedar menjadi nama satu kota atau ibukota.
Nusantara jauh lebih besar dari Indonesia itu sendiri. Nusantara adalah nama kepulauan di Semenanjung Melayu, yang meliputi Indonesia, Brunai, Malaysia, Singapura, Filipina dan bahkan sebagian Thailand.
Nusantara adalah sebutan untuk pulau-pulau yang terletak di antara Benua Asia dan Australia.
Nusantara kalau merujuk kepada sumpah Gajahmada, adalah pulau-pulau lain di luar Jawa, atau daerah-daerah kekuasaan yang belum ditaklukkan oleh Majapahit sebelum Gajahmada bersumpah.
Wikipedia mencatat, bahwa yang dimaksud Gajahmada sebagai Nusantara adalah: Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang dan Tumasik.
Walau pada penggunaannya belakangan ini, istilah Nusantara kemudian dikerucutkan seakan itu hanya sebutan untuk pulau-pulau yang berada dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Maka, apapun itu, yang pasti, dengan menjadikan Nusantara hanya sebagai nama suatu kota atau ibukota suatu negara, jelas mengkerdilkan Nusantara yang selama ini kita junjung bersama sebagai kawasan dimana kita lahir, bertumbuh dan ber-pradaban. (Abrar Rifai)
Lawang, 25 Pebruari 2022

Terkait
No Other Land: Dari Ditolak hingga ke Panggung Oscar
B E D A!
Ahlan, Mas Anas Urbaningrum