
Bagi saya, keinginan HTI yang ingin menegakkan khilafah itu hanya ilusi belaka. Tak akan bisa mereka wujudkan. Gerakan mereka hanya akan
berhenti pada tataran ide, unjukrasa, penyebaran pamflet, buletin dan yang sejenisnya.
Yang terbaru mereka mulai merambah melakukan propaganda dengan membuat film. Tapi sekali lagi, film yang diproduksi HTI tersebut tak akan banyak mempengaruhi orang untuk mengikuti gerakan mereka.
Jangankan ikut, sekedar percaya saja tidak. Film yang mereka namai Jejak Khilafah di Nusantara tersebut dari awal sudah menuai kontroversi atas pencatutan beberapa nama sebagai narasumber.
Semisal Ustadz Salim A Fillah, Prof. Peter Carey dan Dr. Alwi Alatas. “Saya bukan merupakan bagian dari tim film dokumenter ‘Jejak Khilafah’ dan tidak terlibat sedikitpun dari awal hingga akhir sebagai apapun juga di dalam perencanaan, produksi, maupun peluncurannya,” tulis Mas Ustadz Salim di laman FB.Begitu juga dengan Prof. Peter dan Dr. Alwi Alatas mereka juga menolak pencatuman nama dan atau penyebutan mereka sebagai narasumber, atau hasil wawancara dengan mereka dijadikan bagian dari film tersebut. Kawan saya, Abdurrahim Adnan memberikan kesaksian, “Filmnya bagus, tapi isinya cetek. Film itu tak akan beepengaruh banyak, sebab banyak ahli sejarah di negeri ini.
Baca Juga : Detil dan Ringkasnya Fathul Muin
Cukup ditonton sajalah, gambarnya bagus.” Sementara Heri Cahyo, seorang kawan saya yang lain menyebut, “HTI wes ngono iku, senengane catut-catut nama tokoh.”Tapi lepas dari itu semua, bagaiamana pun HTI adalah bagian dari bangsa ini.
Bahwa badan hukum mereka sebagai organisasi telah dicabut, iya. Tapi keberadaan mereka sebagai paham, sejauh yang saya tahu memang belum pernah dilarang. Maka, kenapa kita tidak memperlakukan mereka sebagaimana penganut ajaran Kejawen atau Syiah, atau ajaran lainnya yang tidak mainstream di negeri ini.
Tugas orang-orang yang mengaku terpelajar: para kiai, ustadz, gus-gus atau lora-lora adalah terus memberikan pencerahan kepada khalayak tentang mana jalan yang lurus, mana bengkok, ajaran sesat dan atau paham apa saja yang dianggap menyimpang.
Sehingga dengan demikian, ummat tidak sampai terpengaruh. Tapi kalau dengan cara mempersekusi sebagaimana yang dilakukan oleh Gus Saad Muafi kepada Ustadz Zainulloh Muslim di Rembang, Pasuruan, sungguh cara tersebut akan lebih disimpulkan masyarakat sebagai aksi premanisme.
Apalagi dengan cara menggeruduk membawa sekian banyak anggota Banser. Terlepas apapun kesalahan ideologi Zainulloh, bagaimana pun orang awam tetap akan memberikan simpati kepada dirinya, karena dilihat sebagai orang yang diintimidasi.
Adapun terkait penghinaan terhadap Habib Luthfi Bin Yahya yang dilakukan salah seorang murid Zainulloh, sudah benar itu argumentasi Zainulloh, bahwa sebaiknya memang dilaporkan kepada Polisi. Biar Polisi yang memproses, kalau memang diyakini ada unsur pidana yang dilanggar.
Saya pribadi yang memang tidak pernah simpati pada HTI, ketika menyaksikan video intimidasi Gus Muafi kepada Ustadz Zainulloh jadi penasaran ingin ketemu orang yang disebut sebagai salah seorang tokoh HTI tersebut.
Apalagi Rembang, Pasuruan itu adalah satu kecamatan di Kab. Pasuruan yang terkenal dengan jamala nisa`ihi. Dari Pondok Pesantren Babul Khairat di Purwosari jaraknya hanya selemparan batu. (Abrar Rifai)
Terkait
No Other Land: Dari Ditolak hingga ke Panggung Oscar
B E D A!
Mengkerdilkan Nusantara