Orang Ramai

Berita Cinta & Cerita

Pak Dul dan Mak Ha

Pak Dul dan Mak Ha by orangramai

Oleh : Heri Mulyo Cahyo

Ini adalah Pak Dul dan Mak Ha, pasangan suami istri yang mengabdi di SMP Negeri Satu Atap (Satap) tempat istri saya mengajar.

SMP Satap biasanya diselenggarakan satu lokasi dengan SD negeri yang ada di situ. Alasan pendiran satap oleh pemerintah karena lokasinya jauh dari perkotaan atau SMP Negeri. Alasan lainnya karena budaya masyarakat yang kurang mendukung anak anaknya untuk sekolah lebih tinggi padahal pemerintah mewajibkan pendidikan dasar 9 tahun. Jadi jangan heran, Malang yang dekat dengan kampus-kampus megah, ada SMP Satap.

Saat foto Pak Dul dan Mak Ha diambil pada 6 Mei 2020, kondisi sekolah sudah lockdown hampir dua bulan. Artinya, hampir tiap hari mereka hanya berdua sepanjang hari di sekolah itu. Pagi membersihkan ruang-ruang kelas dan halaman sekolah, hingga malam hari menjaga keamanan sekolah.

Hanya sesekali saja ada guru atau petugas yang datang ke sekolah untuk beberapa keperluan. Membuat laporan untuk Diknas atau mengambil tugas murid-murid untuk penilaian.

Ketika saya ke sana mengantar istri—saat itu belum jam delapan pagi, keduanya sedang bekerja menata dan merapikan potongan-potongan paving, sisa rehabilitasi jalan masuk di pintu gerbang sekolah.

Seperti biasa mereka menyambut kami dengan sumringah. Berbincang dengan bahasa Jawa kromo logat Madura yang kental. Maklum, meski SMP ini masih masuk pinggiran wilayah kabupaten Malang—yang posisinya dikelilingi bukit-bukit dengan hutan pinusnya, tapi sebagian besar mereka bersuku Madura.

Madura swasta, kata teman saya yang asli Bangkalan. Itu adalah istilah bagi saudara-saudara kita yang lahir di tanah Jawa (umumnya Jawa Timur), tapi bahasa komunikasinya kebanyakan bahasa Madura. Kalaupun dengan bahasa Jawa, tapi Maduranya medhok sekali.

Konon, hanya orang-orang Madura  terpilihlah yang bisa menghilangkan aksen Madura saat berbicara bahasa Jawa.

Kembali pada Pak Dul dan istrinya. Mereka mengabdi di SMP Satap sejak awal didirikan, dan statusnya bukan PNS.

Umumnya SMP Satap tidak membebankan biaya alias gratis kepada murid-muridnya. Sebab kalau harus bayar lagi, bisa-bisa orangtua tidak mau menyekolahkan anaknya.

Baca Juga : Kuliah Nun Jauh Tanpa Bekal

Jadi untuk operasional sekolah hanya menggandalkan dana BOS dari pemerintah. Seperti mungkin sebagian kita ketahui, biasanya dana BOS tak rutin cair sebulan sekali, kadang sampai tiga bulan.

Tiga bulan? Iya. Ndak heran sering kali ada kepala atau pengelola sekolah yang baik hati mau nalangi atau nomboki dulu gaji pegawai honorer yang penuh dedikasi seperti Pak Dul dan Mak Ha.

Oh ya, biasanya gaji staf seperti Pak Dul dan Mak Ha, ndak sampai setengah UMR, lho.

Yang lebih ajaib dari pasutri tersebut, gaji mereka bukan untuk dua orang, lho, tapi hanya satu orang saja. Karena yang diangkat sebagai pegawai honorer hanya Pak Dul, Mak Ha hanya membantu tugas suaminya.

Namun, meski hanya membantu, jangan pernah tanya kualitas kerja Mak Ha.

Setiap kali guru dan murid datang, dapat dipastikan kondisi semua ruangan dan toilet sudah bersih, termasuk halaman sekolah. Tak jarang selama kegiatan belajar mengajar berlangsung, Mak Ha membersihkan sampah baru yang diproduksi dari bungkus jajanan para murid.

Kerennya lagi, saya nyaris tidak pernah mendengar pasutri tersebut mengeluh dengan pekerjaan dan imbalannya. Meski saya tahu pasti, mereka juga sangat senang jika pendapatan mereka ditambah.

Buat rekan-rekan yang sedang belajar menulis, semoga semangat dan dedikasi kerja Pak Dul dan Mak Ha dapat menginspirasi kita untuka tetap menulis dan menghasilkan karya-karya yang bagus untuk dinikmati para pembaca kita. Sebagaimana hasil kerja Pak Dul dan Mak Ha yang dinikmati oleh guru dan murid-murid.

Bisa jadi, angan kita pernah dipenuhi pemikiran bahwa aktivitas menulis kita bisa menghasilkan pendapatan. Namun, alangkah indahnya jika niat kita menulis dan menghasilkan karya adalah untuk mempersembahkan sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain.

Jika suatu saat kita mendapat tambahan penghasilan dari aktivitas menulis, anggap saja itu rezeki. Min haytsu la yahtasib, rezeki yang tak disangka-sangka.

Bukankah suatu hal baik yang tak disangka-sangka itu semakin membuat kita bersyukur?

Lawang, 7 Mei 2020.

Pin It on Pinterest

WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com
%d bloggers like this: