Orang Ramai

Berita Cinta & Cerita

Merekah Senyum

Kerinduan kepada emak itu biasanya begitu menggebu saat nesnapa merundung. Entahlah…

Ketika disebut bahwa pemukiman yang paling tentram adalah rahim ibu, memang begitulah adanya. Gelap memang, tapi dalam kedamaian rahim kita tak perlu cahaya apapun.

Tapi tak mungkin kita selamanya tinggal di alam rahim. Sebab segenap fase kehidupan harus kita lalui. Kita tetap dipaksa untuk meninggalkannya, untuk lahir ke alam dunia ini.

Alam dunia dengan segenap onak dan duri, jurang dan pendakian, serta seluruh keriuhan, adalah coba yang tak bertepi.

Kesenangan dan kesengsaraan, suka dan luka, bahagia dan kecewa, adalah ragam watak kehidupan dunia. Semuanya harus kita hadapi, sampai kelak tiba waktunya kita pun harus meninggalkannya.

Baca Juga : Hati-hati Bersosial Media

Maka seorang penyair bersenandung:
“Hai anak Adam, dulu ketika ibumu melahirkanmu, kau menangis berteriak. Sementara orang-orang di sekitarmu tersenyum gembira menyambut kelahiranmu.”

“Maka, berlaku baiklah sepanjang kehidupanmu di dunia. Agar kelak saat kau mati, kau terseyum bahagia. Sedang orang-orang di sekitarmu menangis tersedu. Sedih melepas kepergianmu.”

Ada banyak harap yang tak terengkuh dalam hidup ini. Kecewa seringkali mengiris luka. Bahkan tak jarang kita harus berendam air mata.

Marah pun sering meningkahi. Seperti serigala yang kehilangan mangsa, aumannya menggelegar seisi hutan. Tapi adakah kita pernah menghitung, betapa banyak bahagia yang telah kita lalui.

Tak kira kesenangan yang telah kita nikmati. Beragam kesenangan yang bisa jadi tak didapatkan orang lain. Senyum kita pernah begitu mengembang, seperti bebunga di musim semi.

Lantas mengapakah senyum itu harus layu, hanya tersebab hujan yang enggan mengguyur sepekan saja. (Abrar Rifai)

Pin It on Pinterest

WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com
%d bloggers like this: