Orang Ramai

Berita Cinta & Cerita

Lelaki yang ada di foto ini adalah guru dari istri saya. Seorang kiai yang tak banyak bercakap. Namun berhasil menubuhkan pesantren dengan pesat, dalam waktu yang tak lama.

Pondok Pesantren Mambaus Sholihin yang beliau tubuhkan, adalah presantren yang belum genap 50 tahun. Tapi sudah bisa sejajar dengan pesantren lainnya yang sudah ratusan tahun.

Kiai Masbuhin Faqih pernah di Gontor. Beliau mengambil manfaat dari kecermelangan gontor mengaktifkan bahasa Arab dan Inggris sebagai bahasa komunikasi santri sehari-hari.

Namun kebersinggungan Kiai Masbuhin dengan Gontor, tidak lantas meluruhkan masyrab beliau sebagai santri Langitan.

Kiai Masbuhin sukses mengawinkan modernisasi Gontor dan kultur Salaf Langitan yang masih demikian kental.

Maka tak heran, Pondok Pesantren Mambaus Sholohin atau yang lebih dikenal dengan Pondok Suci benar-benar bisa mengejawantahkan Adigum Pesantren: Al Muahafazhah ‘alal qadimis sholeh, wal akhdzu bil jadidil ashlah = Menjaga semua hal lama yang masih relevan, serta mengambil hal baru yang lebih sesuai.

Kiai Masbuhin adalah satu di antara kiai khumul yang saya tahu. Dengan ribuan santri yang sekarang ngangsu kaweruh di Suci, namun Kiai Masbuhin tetap bersahaja.

Air mukanya teduh, sebagaimana kiai-kiai Rabbani lainnya. Tak usah bercakap, karena dengan memandangnya, kita sudah ingat Allah.

Ketawadhuan Kiai Masbuhin pun susah dicari padanannya, terutama kepada para Habaib. Kiai Masbuhin adalah salah satu kiai NU yang takdzim kepada Habaib tanpa banyak syarat.

Pun, hormat Kiai Masbuhin kepada guru, adalah mutiara yang sudah susah kita temukan pada jaman modern ini.

Ketika pondoknya sudah sedemikian besar, yang otomatis juga menjadikan dirinya kiai yang banyak disowani orang, namun Kiai Masbuhin tetap secara berkala datang ke Langitan untuk ngaji dan bertabarruk kepada Mbah Faqih.

Kiai Masbuhin masih ngaji kepada Mbah Faqih, sampai Mbah Faqih tindak.

Setiap shalat Idul Fitri, Kiai Masbuhin juga selalu shalat di Langitan. Karena beliau ingin menjadi orang pertama yang mencium tangan gurunya pada hari raya itu.

Saya beruntung karena memperistri salah satu santri Kiai Masbuhin. Pun lebih beruntung lagi, karena Kiai Masbuhin yang mengakad-kan saya.

Kiranya itu juga yang menjadikan pernikahan kami tetap berlayar semestinya, walau gelombang sesekali menerpa biduk kami.

Semoga Kiai Masbuhin sehat terus, sehingga bisa lebih lama lagi membersamai para santri, yang semakin ke sini mengalami tantangan yang tidak mudah.

(Abrar Rifai)

Pin It on Pinterest

WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com
%d bloggers like this: