Dua orang yang sampai sekarang saya tidak tahu namanya. Seorang lelaki penjual arumanis dan seorang perempuan penjual lontong kupang.
Mereka dulu rajin menyambangi rumah saya, karena bisa memastikan bahwa saya akan beli.
Apakah sebenarnya saat saya beli, saya benar-benar ingin makan kupang atau arumanis? Tidak selalu, bahkan sering kali saya sebenarnya tidak sedang ingin, tapi tetap saja saya beli dan saya makan.
Saya ajak anak-anak makan jajanan rakyak dan makanan tradisional tersebut. Terkadang saya telpon Gus Muhammad Abdillah Amar untuk makan kupang bareng.
Lama, entah sudah berapa tahun mereka tak nampak. Saya kehilangan. Saya pun tidak tahu kabarnya. Kemarin istri saya memberi kabar, bahwa bapak penjual arumanis sudah meninggal dunia.
Sedang nenek penjual lontong kupang, sampai sekarang kami tidak tahu kabarnya. Apakah karena sudah terlalu tua, sehingga tidak berjualan lagi.
Sebab saat masih rajin datang ke rumah saya, beliau sudah berumur lebih dari tujuh puluh tahun. Tapi masih kelihatan sehat dan kuat nyuwun dagangannya keliling kampung.
Saya memang lebih akrab dengan nenek penjual lontong kupang daripada bapak penjual arumanis. Sebab bapak penjual arumanis tidak pernah masuk rumah, beliau hanya melayani saya di halaman.
Sedang nenek penjual kupang, selalu saya ajak masuk rumah, biar lebih leluasa melayani. Sebab bumbu kupang harus diulek dan berbagai tetek bengek lainnya yang memang butuh tempat lapang.
Sembari beliau ngulek biasanya saya ajak ngobrol, kalau bahasa sekarang, saya ajak ngonten-lah. Tapi waktu itu saya belum main YouTube. Sehingga saya buat live aja di Facebook. Sayang, akunnya sudah tutup, gak bisa dibuka lagi.
Nenek tersebut berasal dari Tanggulangin, Sidoarjo yang memang menjadi salah satu sentra kupang di Jawa Timur. Tapi Tanggulangin bagian mana, saya tidak tahu.
Andai saya tahu, teringin mencari rumah beliau, mencari keberadaannya. Entah masih hidup atau sudah meninggal dunia.
Baca Juga : Jangan Lalaikan Shalat!
Penjual arumanis sudah pulang ke haribaan Allah. Sedang penjual kupang belum saya dapatkan kabarnya. Nah, sekarang ada pengganti beliau berdua, seorang anak muda penjual bakso pikul.
Namanya Soleh, usianya baru 21 tahun, tapi ia sudah menikah. Pertama kali melihatnya, saat ia duduk agak lama di depan rumah saya sambil memukul-mukul kentongan bambunya yang berbunyi: tek, tek, tek!
Saya panggil, saya suruh masuk ke teras rumah. Kemudian saya panggil istri dan semua anak saya untuk beli baksonya.
Baksonya murah, harga pentolnya masih dua ribu. Sedang mie, tahu, somay, goreng dan lain-lain harganya antara seribu sampai dua ribu.
Sehingga kami sekeluarga sejumlah sembilan orang, satu kali beli menghabiskan uang antara 80 ribu sampai 120 ribu. Tergantung seberapa banyak anak-anak makan pentol. Sebab kami ambil-ambil sendiri apa yang ingin dimakan, Soleh tinggal mencatat aja.
Untuk bakso ini tidak setiap hari saya beli, sebab sekali beli lumayan juga sekitar kurang lebih seratus ribu uang yang harus dikeluarkan. Selain itu, makan bakso tiap hari juga tidak baik.
Beda dengan lontong kupang, di rumah hanya saya yang doyan. Sedang arumanis hanya anak kecil-kecil yang mau. Adapun bakso, semua seisi rumah pada suka.
Setiap orang yang pernah kita jumpa di punggung bumi ini selalu meninggalkan beragam kesan. Maka, seperti apa kesan orang yang kau inginkan untuk dirimu, bersikaplah seperti itu.
Kau baik, maka orang akan bersaksi akan kebaikanmu. Kau jahat, maka seperti itu juga kesan yang kau tinggalkan pada orang lain. “Wa kama tadinu tudan!” (Abrar Rifai)
1 thought on “Perlakukan Orang Lain Sebagaimana Kamu Ingin Diperlakukan!”