Orang Ramai

Berita Cinta & Cerita

Hari Jum’at, karena sudah tidak keburu mau shalat di Ampel, saya pun belok ke Teluk Buli, ke Masjid Ar-Rahmah.

Saya jum’atan di masjid yang berada di lingkungan pesantren asuhan KH. Muhammad bin Sholeh Drehem tersebut.

Kebetulan Ustdaz Muhammad sedang tidak di tempat. Beliau rupanya ada jadwal khutbah di luar. “Tunggu aja Mas, paling sebentar lagi pulang,” kata seorang santri.

Saya pun menunggu. Tapi lha kok pas Ustadz Muhammad datang, saya gak sadar. Sehingga beliau sudah keburu masuk rumah. “Mas, itu lho Ustadz sudah datang,” seru santri tadi.

Baca Juga : Merekah Senyum

Saya bergegas. Saya uluk salam, “Assalamualaikum…”

Terdengar suara perempuan yang menyahuti salam saya. Setelah itu ia bertanya, “Siapa?”

“Abrar, Ustadzah…”

“Oiya, sebentar, Ustadz masih di kamar mandi.”

Tapi sesaat kemudian beliau berseru lagi, “Abrar siapa?”

“Abrar Lawang, Babul Khairat.”

“Yai Abrar?” serunya bertanya, butuh kepastian. Lha iya, ini Ustadzah Maryam Maziun kok jadi ikut-ikutan manggil saya kiai sih. Asline sopo sing ngaiti?

Setelah mendapat kepastian, Ustadzah Maryam segera bergegas membuka pintu pagar. “Masuk, Yai. Masuk. Sebentar, Ustadz masih di hammam.”

Tapi walau sudah dipersilakan masuk, saya tetap menunggu di depan pintu. Saya tunggu sampai Ustadz Muhammad yang mempersilakan.

Ustadzah Maryam masuk kembali ke rumah, tak lama suami beliau yang ganteng manis pun keluar. ”Ahlaaan…” sambut Ustadz Muhammad, sambutan khas orang Arab.

Beliau menggandeng tangan saya, mendudukkan di kursi. Kemudian beliau sendiri duduk di kursi sebelah kanan saya.

”Ya hayyakallahu…” ucapnya berulang kali. Sangat hangat, laiknya saudara yang lama gak bertemu.

Di atas saya bilang, Ustadz Muhammad bin Sholeh Drehem itu ganteng manis. Orang Sumenep memang ganteng-ganteng manis seperti itu. Memang pandai Ustadzah Maryam pilih suami.

Adapun terkait kealiman, sudah tak perlu ditanya lagi. Ustadz Muhammad adalah satu di antara masyayikh di Jawa Timur yang sedari dulu menjadi simpul orang-orang PKS. Walau beliau sendiri sekarang sudah meninggalkan PKS, dan memilih untuk menyokong Partai Gelora.

Kami berbincang. Karena saya juga orang Sumenep, perbincangan pun sering menggunakan bahasa Madura Sumenep. Termasuk juga bercerita kawan-kawan di Sumenep, yang tentunya juga ganteng-ganteng dan baik hati.

“Saya memang tidak pernah mau ngotot menjelaskan konflik ini kepada siapapun, ya Akhi,” katanya… “Kawan-kawan kita itu biarlah tahu sendiri. Sebab semuanya sudah benderang!”

Cerita di antara kami terus mengalir. Tapi sebagai santri, tentu saya lebih banyak mendengar.

Terdengar panggilan dari dalam, Ustadz Muhammad masuk dan kembali lagi dengan empat gelas minuman. ”Abrar ini Maryam bikin wedang wuh. Ajib ini. Tapi ini ada juga jeruk nipis, kita minum semua aja!” serunya.

Beliau letakkan empat gelas itu di atas meja. Tapi beliau masuk dan keluar lagi, kali ini membawa nampan berisi nasi, piring dan lain-lain.

Setelah nampan diletakkan di meja, saya lihat rawon masih berasap. Ada juga tempe yang biasanya menjadi sahabat karib rawon. Serta beberapa jenis lauk lainnya.

“Abrar, sekarang kita makan. Kebetulan ana memang mau makan tadi, sebelum Antum datang.”

Sejujurnya saya masih kenyang. Sebab di rest area tadi sudah makan. Baru satu jam yang lalu perut ini saya isi.

Tapi dipersilakan makan di rumah orang soleh seperti Ustadz Muhammad, tentu tak akan saya tolak. Apalagi yang masak adalah istri beliau, yang juga saya kenal begitu baik.

Saya makan dengan lahap. Sebab kamus malu makan di rumah orang, sudah lama tertanggal dari dada saya.

“Rawon ini enak. Pinter Maryam masak,” kata Ustadz Muhammad. “Ayo. Ayo, Abrar tambah!” cecarnya berkali-kali.

Saya tak menolak. Sampai akhirnya rawon di wadah itu benar-benar habis. Saya sudah tidak hirau, apakah yang masak masih kebagian atau tidak. 🙂

Seusai makan, kami lanjut berbincang. Wedang wuh dan jeruk nipis pun semua habis saya teguk. Terus terang, akhirnya saya tidak bisa membedakan antara lapar+haus atau karena memang saya doyan.

Ustadz Muhammad bercerita banyak hal. Bercerita kedatangan Ustadz Adi Hidayat yang tiba-tiba. Termasuk juga rencana pembangunan pesantren di sejumlah titik, sekarang sedang dilakukan penggalangan dana yang lumayan besar.

Nutrisi fisik banyak saya dapatkan. Pun, nutrisi otak, nutrisi hati dan nutrisi jiwa benar-benar bisa saya dapatkan semua pada kunjungan ke rumah Ustadz Muhammad dan Ustadzah Maryam siang Jum’at itu.

Jazakumullahu khairan katsiran. Mator sakalangkong sebennyak. (Abrar Rifai)

Pin It on Pinterest

WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com
%d bloggers like this: