Orang Ramai

Berita Cinta & Cerita

Para Perawi Sejarah

Oleh: Mas Hamy

Begitu mengetahui tingkat keganasan wabah Amwas yang melanda Palestina hingga Syiria, Sayyidina Umar bin Khattab segera mengirim surat kepada Gubernur Syam saat itu, Abu Ubaidah bin Jarrah.

Isinya, “Assalamu ‘alaika, ‘amma ba’du. Sesungguhnya aku mempunyai kebutuhan terhadap dirimu. Tetapi aku ingin membahasnya secara lisan denganmu. Karena itu aku berharap setelah engkau membaca surat ini, maka jangan engkau meletakkan surat ini dari tanganmu sampai engkau datang menghadap kepadaku.”

Sang Gubernur paham maksud tersirat dari yang tersurat itu, yakni bahwa Sayyidina Umar sebenarnya ingin mengeluarkannya dari wilayah yang masuk zona merah wabah Amwas itu. Karena itu dia berkata, “Semoga Allah SWT mengampuni Amirul Mukminin.”

Abu Ubaidah lantas segera mengirimkan surat balasan kepada Sayyidina Umar yang isinya, “Wahai Amirul mukminin aku sudah mengetahui apa kebutuhanmu kepadaku, namun sesungguhnya sekarang aku berada di antara tentara-tentara kaum muslimin. Aku tidak menemukan keinginan dalam diriku untuk meninggalkan mereka. Maka aku tidak ingin berpisah dengan mereka hingga Allah SWT memutuskan tentangku dan tentang mereka keputusan dan takdir-Nya. Maka lepaskanlah aku dari keinginanmu, wahai Amirul Mukminin dan biarkanlah aku bersama tentaraku.”

Ketika membaca surat balasan dari Abu ‘Ubaidah itu, Sayyidina Umar menangis hingga membuat sahabat Abu Musa Al Asy’ari bertanya padanya, “Apakah Abu Ubaidah telah wafat ?”

Sayyidina Umar menjawab, “Tidak, tetapi seolah-olah ia akan meninggal.”

Seorang pemimpin memang sering dihadapkan pada pilihan-pilihan sulit. Level kepemimpinan seseorang akan terlihat saat ia mampu membuat keputusan tepat dalam situasi yang paling rumit.

Amirul Mukminin, Sayyidina Umar memilih untuk menyelamatkan lelaki tangguh yang digelari Rasulullah dengan Aminul Ummah (Kepercayaan Umat) dari keganasan wabah Amwas. Hal itulah yang membuatnya melayangkan surat yang menyentuh hati kepada Sang Gubernur, Abu ‘Ubaidah bin Jarrah.

Sedangkan Sang Gubernur yang juga berjuluk Atsram, yang terpecah giginya, karena pernah dipakai untuk mencabut besi yang menancap di tubuh Rasulullah saat perang Uhud itu, memilih tetap tinggal di tengah-tengah rakyat dan pasukannya di Syiria.

Sang Amirul Mukminin dan Sang Gubernur telah menulis sejarahnya masing-masing. Sejarah tentang karakter pemimpin sejati yang dalam falsafah Jawa disebut dengan Tumprape wong linuwih tansah ngundi keslametaning liyan, metu saka atine dhewe. Bagi pemimpin hebat, ia akan selalu berupaya mengutamakan keselamatan orang lain, ini mengalir begitu saja dari dalam sanubarinya. []

Ilustrasi gambar: Pinterest

Pin It on Pinterest

WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com
%d bloggers like this: