Orang Ramai

Berita Cinta & Cerita

Wahai Pemimpin, Belajarlah Pada Rakyatmu

Secara tidak sengaja saya mendengar sekelompok pimpinan dan karyawan Auto 2000 tengah rapat di ruang terbuka, di salah satu sudut ruang tunggu pelanggan.

Saya menunggu kendaraan yang sedang diservice. Sehingga tanpa berniat nguping, saya bisa mendengar perbincangan mereka.

Mereka berbincang soal bagaimana menggenjot pendapatan di tengah terpuruknya ekonomi akibat pandemi Covid-19.

Seorang karyawan protes keras mengapa gaji dipotong, reward diturunkan. Ada pula yang memberi masukan soal mengubah sistem reward karyawan.

Saya melihat pimpinan rapat begitu sabar mendengar protes dan keluhan. Mungkin, sengaja, agar uneg-uneg karyawan tumpah. Mendengar uneg-uneg karyawan memang jurus jitu memenangkan hati karyawan.

Tiba tiba hati saya menjadi lega. “Apa yang saya alami, ternyata mereka juga mengalaminya,” gumanku dalam hati.

“Teman-teman, saya sangat memahami keluhan anda semua, dan saya empati dengan kesulitan yang teman-teman hadapi. Namun, kita tidak sendiri mengalami situasi sulit ini. Ada ribuan perusahaan yang bernasib sama dan jutaan karyawan yang mengalami kesulitan,” kata pimpinan rapat dengan santun.

“Justru, situasi seperti ini kita jadikan momentum membangun loyalitas kepada perusahaan. Perusahaan tidak berniat mengurangi gaji, tapi pendapatanlah yang turun drastis. Mungkin ini cara Tuhan, membuat kita semakin tumbuh dan kuat. Insya Allah, kita akan bisa menghadapi situasi berat ini, jika kita bergandengan tangan. Saya yakin perusahaan ini akan tumbuh jauh lebih baik jika kita punya kemauan.”

Sayup sayup saya mulai memperhatikan bagaimana cara pimpinan menyelesaikan masalah.

Saya melihat, pimpinan rapat berupaya merebut hati karyawan dan membangkitkan perasaan senasib sepenanggungan (Collective Team). Saya tak mendengar sekata pun kalimat menyalahkan karyawan, mengumpat apalagi mempersekusi. Padahal, kalimat-kalimat protes meluncur deras dari mulut karyawan dengan sangat keras.

Jika kita tarik ke dalam ranah politik, semestinya pemimpin negeri ini harus tampil penuh empati saat rakyat bertahan antara hidup dan mati.

Bangsa ini mengalami situasi sulit. Pemimpin harus merangkul, bukan memukul. Pemimpin harus mendengar jeritan rakyat, bukan melotot.

Pemimpin juga harus membuka ruang berkata-kata. Rakyat diberi kesempatan menumpahkan keluh kesah, jangan malah mulut disumbat apalagi dipersekusi sehingga berpotensi membuat tangan dan kaki memukul dan berbuat ontran-ontran.

Pemimpin negeri ini juga harus tampil memberi payung perlindungan. Memberi hope, harapan. Harapanlah yang mampu menjaga jiwa dan pikiran rakyat tetap menyala, meski dalam kondisi terbata-bata.

Saat pemimpin tak mampu memberi solusi kapada rakyatnya, setidaknya tak melukai perasaannya. Tetapi memberi ketenangan, agar saat rakyat tak mampu bertahan hidup, mereka wafat dalam keadaan tenang. []

Pin It on Pinterest

WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com
%d bloggers like this: