Membuat Biaya Politik Murah

Oleh: Gus Sirot

“Biaya politik Indonesia mahal,” keluh Bang Fahri Hamzah, mantan Pimpinan DPR RI yang sekarang sebagai Wakil Ketua Partai Gelora Indonesia.

Apa yang dikatakan FH, 100% benar. Para anggota DPR RI yang kini menjabat, minimal mereka harus mengeluarkan biaya 5 miliar rupiah. Tak sedikit yang menghabiskan puluhan miliar rupiah.

Demikian juga untuk bertaruh menjadi anggota DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota, ratusan juta hingga miliaran rupiah dihabiskan.

Sebenarnya, biaya politik bisa ditekan serendah-rendahnya, ketika caleg memiliki basis massa yang kuat dan komitmen “ngerumat”.

Biaya mahal itu terjadi lebih karena “kemarahan” rakyat.

Rakyat marah, merasa ditipu di setiap pemilu oleh janji-janji palsu. Saat caleg penebar janji terpilih menjadi anggota dewan, begitu mudah melupakan. Persis seperti pengantin baru, usai ijab qobul, sang pengantin lelaki kabur meninggalkan istri tanpa pamit.

Politik berbiaya mahal juga disebabkan karena para caleg menggunakan transactional approach. Jurus wani piro, adol tinuku. Menang dengan cara bim salabim, beli suara tanpa kerja (ngeramut konstituen).

Pada setiap kesempatan ketemu konstituen, saya selalu mengedepankan Politik Paseduluran. Itu saya lakukan selama 3 kali pemilu.

Alhamdulillah saya terpilih menjadi anggota DPRD Provinsi Jatim dengan biaya super murah, tidak lebih 30% dari biaya yang dikeluarkan caleg-caleg lainnya.

Politik Paseduluran itu diikat dengan saling percaya. Ada trust dan komitmen. Komitmen memperjuangkan nasib rakyat. Rakyat diajak berpikir rasional, diajak berjuang bersama memenangkan agenda caleg. Tapi saat caleg jadi, tak ada kata tawar kecuali wajib ngerumat dan memperjuangkan nasib mereka.

Ikatan Politik Paseduluran membutuhkan proses panjang. Tidak datang tiba-tiba, hanya menyapa rakyat di hari pencoblosan tinggal beberapa saat.

Ketika ada rasa saling percaya, antara caleg dengan rakyat, maka rakyat takkan pernah mematok harga mahal dan menggunakan jurus wani piro. []