Orang Ramai

Berita Cinta & Cerita

Memilih Untuk Menjalani Takdir

takdir by orangramai

“Wamal hayatu illa ikhtiyaaar = hidup ini hanyalah pilihan!” sergah seorang kawan yang saat ini sedang menempuh doktoral di Ummul Quro Mekkah.

Itu jawaban beliau saat kami terlibat diskusi tentang atta’addud.

“Saya tidak mau menjadi istri ke dua, tapi kalau saya menjadi istri pertama kemudian suami saya mau menikah lagi, tentu akan saya perbolehkan,” jawabnya saat saya tanya kesediaannya menjadi istri dari seorang suami yang berpoligami.

“Lho, apa bedanya?” kejar saya.

“Begini Bro Abrar, kalau saya menikah dengan laki-laki yang berstatus suami orang, itu berpotensi membuat sakit istrinya,” katanya.

“Tapi kalau saya yang menjadi istri pertama, kemudian suami saya mau memadu saya hingga bersama tiga perempuan sekaligus, saya akan menata hati saya untuk bisa menerima itu.”

Baca Juga : Iwak Rabuk dan Sungai Mahakam

Saya terus mengejar doi, sebab kalau begitu judulnya kan sama-sama dipoligami. Karena merasa saya seakan tidak memahami maksudnya, ia segera menyergah, “Wamal hayatu illa ikhtiyaaaar!”

Begitulah, ketika kita dihadapkan pada pilihan yang sama-sama halal, tentu kita berhak memilih salah satunya, atau tidak memilih keduanya.

Sesuatu yang halal tetaplah halal, walau banyak orang yang tidak menyukainya. Sebab suka tidak suka, itu hanya masalah selera.

Begitu juga, mau atau tidak mau juga hanya masalah pilihan.

Ada banyak orang yang suka duren. Tapi tak sedikit pula orang yang mencium bau duren sudah mau muntah.

Yang terpenting mereka yang tidak suka duren, jangan lantas menyebut duren itu tidak enak, hanya karena ia tidak suka.

Sebaliknya, yang tidak suka duren, jangan memaksakan kesukaannya kepada mereka yang tidak suka duren.

Sebab sekali lagi, ini hanya masalah selera dan pilihan.

Hidup memang memberikan ruang untuk kita memilih. Tapi pada sebagian waktu, kita tidak diperkenankan memilih.

Maka seorang kawan lainnya berujar, “Alhayatu hazhzhun wa nasib = hidup ini sudah ada takaran dan bagiannya masing-masing.”

Saya berangkat dari Malang ke Surabaya, mau lewat tol atau lewat jalan bawah, itu adalah pilihan. Tapi apakah di jalan akan lancar atau terjebak macet, itu adalah nasib yang seringkali tidak kita duga sebelumnya.

Menjadi dokter atau insinyur, itupun adalah pilihan. Tapi mana dari keduanya yang kelak mengantarkan kita pada kesejahteraan, itu adalah nasib yang mutlak adalah ranah takdir.

Maka, kemudian kita hanya bisa berikhtiyar sebaik mungkin. Selebihnya serahkan kepada Allah. “Wa ‘ala Allah falyatawakkal almukminun!” (Abrar Rifai)

Pin It on Pinterest

WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com
%d bloggers like this: