Orang Ramai

Berita Cinta & Cerita

Mereka Juga Manusia

Mereka Juga Manusia

Setelah puas ngobrol dengan mereka, saya kembali ke mobil. Fatimah seketika berteriak, “Abi gak boleh masuk. Pake hand sanitizer dulu!”

Entah apa yang ada di benak anak-anak saya ketika melihat bapaknya berbincang rapat dengan orang-orang ini.

Begitu juga, apa gerangan yang bergelayut dalam rasa para pengendara yang berlalu-lalang di hadapan mereka.

Sebab sekian lama mereka menengadahkan tangan dan menyodorkan topi-topi yang mereka kenakan, tapi tak satupun pengendara yang menepi kemudian memberi mereka sekedarnya.

Padahal saya lihat, selain memberikan isyarat meminta, mereka juga meperagakan suapan tangan ke mulut. Sebagai pertanda bahwa mereka meminta-minta untuk keperluan makan.

Memang yang paling utama bagi mereka adalah makan. Selebihnya buat beli minyak untuk memutar roda mesin vespa butut yang mereka kendarai.

Adapun untuk beli rokok, itupun niscaya. Untuk mengusir dingin yang menyegat tubuh mereka sepanjang jalan.

Terlebih jika mereka berjalan di malam hari.
Mereka berhenti tepat di seberang pom bensin Randu Agung, Lawang. Maka, seusai mengisi solar, saya samperin mereka.

Saya ajak ngobrol banyak hal. Asal mereka, apa yang mereka makan, bagaimana keadaan mereka sepanjang jalan serta hubungan asmara di antara mereka. Sebab saya lihat, mereka ini lebih banyak laki-laki daripada perempuan.

Termasuk juga saya tanya, bagaimana cara mereka bercinta. Sebab mereka ini benar-benar hidup di atas roda.

Kalaupun berhenti, mereka hanya berehat di tepi jalan. Sembari menengadahkan tangan, untuk memelas bantuan orang lain.

Mereka sama sekali tidak akan cek in di hotel. Bahkan untuk kelas melati sekalipun.

Tidur di rumah orang, itu lebih tidak mungkin lagi. Mau bercinta di tengah keramaian, pun seperti tidak mungkin. Tapi tetap saja saya tanya.

Mereka ramah, menyambut sapa saya dengan hangat. Ketika saya ajak ngobrol mereka pun asyik. Pilihan diksi mereka pun menyesuaikan dengan saya yang tampil bersarung, berbaju koko dan berpeci.

Sempat terpikir untuk saya jadikan konten. Secara saya sekarang sedang senang-senangnya yutuban.

Pembauran dan perbincangan saya dengan mereka, jelas akan menjadi tontonan yang menarik.

Sebagaimana yang saya lihat pada beberapa channel.
Tapi keinginan itu saya urungkan. Walau mereka sendiri tidak keberatan. Saya harus terlebih dahulu menyelesaikan pergulatan batin, apa mau saya dengan menjadikan mereka komersil.

Entahlah kalau nanti, mungkin saja saya akan sampai pada keberanian untuk menjadikan orang-orang seperti mereka sebagai konten.
Untuk saat ini biarlah saya menikmati kebersamaan dengan mereka, sebagai sesama manusia yang tidak ada bedanya.

Seperti pada satu diriwayatkan yang disebutkan, “Annasu sawasiyah ka asnanil musythi….”
Saya sodorkan pada mereka sejumlah uang.

Mereka berjingkrak menerimanya, sembari diiringi ucapan terima kasih dan doa-doa yang meluncur begitu saja dari bibir mereka.

Doa-doa yang bisa jadi belum pernah dilantunkan oleh orang-orang yang kita kenal dengan baik dalam kehidupan keseharian.

Apakah doa mereka akan didengar Tuhan? Biarlah itu menjadi urusan Allah, yang tak sesiapapun berhak mendikte kekuasaan-Nya. (Abrar Rifai)

Pin It on Pinterest

WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com
%d bloggers like this: